FORUM KEADILAN – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut respon sebagian kalangan yang menolak ratusan pengungsi Rohingya dan meminta pengembalian ke negara asal sangat tidak bertanggung jawab.
Dirinya justru menilai, respons tersebut sebagai kemunduran terhadap adab Indonesia.
“Itu mencerminkan kemunduran besar keadaban Indonesia. Padahal masyarakat sebelumnya menunjukkan kemurahan hati dan rasa peri kemanusiaan kepada pengungsi Rohingya,” ucap Usman dalam keterangannya, Minggu, 19/11/2023.
“Kebijakan pengembalian mereka ke negara asal jelas melanggar non-refoulement principle, sendi dasar kehidupan bangsa-bangsa beradab,” lanjutnya.
Menurut mantan Koordinator KontraS tersebut, para pengungsi mencari keselamatan hidup setelah berlayar penuh dengan di laut yang berbahaya. Oleh karena itu, kata dia, mereka membutuhkan pertolongan dari Indonesia.
“Ratusan nyawa berada dalam bahaya. Kami mendesak pemerintah pusat dan pemerintah Aceh untuk segera dan tanpa syarat menyelamatkan mereka, mengizinkan mereka turun dan selamat, menyediakan bantuan kemanusiaan, keselamatan dan tempat berlindung. Mereka adalah saudara kita sesama manusia,” katanya.
Amnesty mencatat pada tanggal 14 November 2023 terdapat satu kapal yang membawa 196 pengungsi Rohingya berlabuh di Gampong Blang Raya, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie. Keesokan harinya, kapal kedua yang membawa 147 orang pengungsi mendarat di Gampong Kulee, Kecamatan Batee, Pidie.
Sementara itu, Koordinator KontraS Aceh Azharul Husna menyayangkan sikap pemerintah pusat yang terkesan abai dalam penanganan pengungsi Rohingya. Apalagi, kata dia, Oktober kemarin Indonesia terpilih kembali sebagai anggota Dewan HAM PBB.
Dirinya mengungkapkan bahwa pengungsi Rohingya yang mendarat di pantai sempat dibantu oleh warga setempat.
“Namun sangat disayangkan para pengungsi kemudian diminta kembali ke kapal. Padahal soal penemuan pengungsi telah diatur dalam Perpres 125/2016, terutama pasal 17 dan 18,” tutupnya.*
Laporan Syahrul Baihaqi