Oce Madril: Ubah Syarat Usia Capres-Cawapres Bukan Kewenangan MK

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera memutuskan perkara yang berkaitan dengan syarat usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Perkara tersebut diajukan oleh beberapa pihak yang pada intinya menyangkut dua isu, yaitu syarat minimal usia capres-cawapres diturunkan menjadi 35 tahun atau ditambahkan syarat ‘berpengalaman sebagai penyelenggara negara atau kepala daerah’.

Bacaan Lainnya

Perkara ini sangat kontroversial karena berhubungan dengan pendaftaran capres dan cawapres yang sebentar lagi akan dibuka oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Selain itu, pengujian syarat usia capres-cawapres juga memicu dugaan publik untuk memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka menuju panggung politik berikutnya sebagai cawapres.

Merespons isu pengujian syarat usia capres-cawapres di MK, Direktur Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN) Oce Madril menyatakan, berdasarkan berbagai putusan MK terdahulu, MK telah menegaskan bahwa isu konstitusionalitas persyaratan usia minimum bagi seseorang untuk mencalonkan diri sebagai pejabat publik merupakan kebijakan hukum terbuka (opened legal policy). Artinya, penentuan mengenai persyaratan usia minimum bagi pejabat publik merupakan kewenangan sepenuhnya dari pembentuk Undang-Undang (DPR-Pemerintah), bukan kewenangan MK.

“UUD 1945 tidak mengatur soal angka-angka atau syarat usia sebuah jabatan publik. Berbagai jenis jabatan publik di pemerintahan, persyaratan usianya diatur dalam Undang-Undang. Khususnya berkaitan dengan Pemilihan Presiden, UUD 1945 telah mengatur dalam Pasal 6 Ayat (2) bahwa syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang,” ujar Oce Madril yang juga Akademisi Hukum UGM dalam keterangan tertulis, Kamis, 12/10/2023.

Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) telah mengatur persyaratan capres-cawapres. Dalam ketentuan Pasal 169 ditentukan bahwa salah satu syarat capres-cawapres adalah berusia paling rendah 40 tahun. Sehingga telah jelas, syarat usia yang ditentukan oleh UU Pemilu sebagai peraturan delegasi dari Pasal 6 UUD 1945.

Oce Madril menjelaskan, apabila kemudian MK mengubah syarat usia minimal capres-cawapres atau menambahkan syarat baru, seperti ‘berpengalaman sebagai penyelenggara negara atau kepala daerah’, tentu hal tersebut melanggar prinsip open legal policy yang ditegaskan dalam berbagai putusan MK. Bahkan lebih jauh, hal tersebut dapat dikatakan melanggar Pasal 6 Ayat (2) UUD 1945 yang telah memerintahkan agar syarat capres-cawapres diatur dalam UU Pemilu.

Bahwa terdapat putusan MK terbaru yang patut dipertimbangkan dalam melihat perkara ini, yaitu putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 yang berkaitan dengan syarat usia minimal 50 tahun untuk dapat mencalonkan diri sebagai Pimpinan KPK. Dalam putusan tersebut, MK tidak mengubah syarat usia minimal, tetapi menambahkan syarat bahwa seseorang yang pernah atau sedang menjabat sebagai pimpinan KPK, maka dapat mencalonkan kembali untuk menjadi Pimpinan KPK pada periode kedua, meskipun umurnya kurang dari 50 tahun.

Dari putusan Nomor 112/PUU-XX/2022 dapat ditarik kesimpulan bahwa MK tidak mengubah usia minimal untuk menjadi pimpinan KPK yang telah ditentukan dalam UU KPK. Bahwa MK memang menambahkan syarat baru, tetapi syarat tersebut sangat terbatas hanya berlaku bagi Pimpinan KPK yang sedang menjabat apabila ingin mencalonkan kembali menjadi Pimpinan KPK di periode kedua. Syarat baru tersebut tidak berlaku bagi umum, jadi sangat spesifik.

Dengan demikian, dapat dikatakan, hingga saat ini sebenarnya MK masih konsisten dengan pendiriannya mengenai syarat usia merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang ditentukan oleh UU, bukan oleh putusan MK.

Kata Oce Madril, apabila nantinya MK mengubah pendiriannya dalam putusan berkaitan dengan usia minimal capres-cawapres, maka tentunya MK dapat dianggap larut dalam dinamika politik Pilpres yang akhir-akhir ini disaksikan oleh publik secara luas.

Menurut Oce Madril, inkonsistensi sikap MK tersebut dapat menurunkan kredibilitas MK sebagai the guardian of constitution.*

Pos terkait