FORUM KEADILAN – Gugatan sejumlah pihak terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dari yang sebelumnya 40 menjadi 35, memicu dugaan publik untuk memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka menuju panggung politik berikutnya sebagai cawapres salah satu bacapres.
Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto bahkan digadang-gadang siap untuk menggaet Wali Kota Solo sekaligus putra sulung presiden Joko Widodo (Jokowi) itu untuk menjadi bacawapres.
Diketahui dua mahasiswa asal Solo mengajukan judicial review atau uji materi atas Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke MK. Keduanya mengajukan uji materi agar Wali Kota Solo Gibran Rakabuming yang baru berusia 35 tahun memenuhi syarat sebagai capres atau cawapres.
Kedua mahasiswa itu yakni Arkaan Wahyu, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Almas Tsaqibbirru, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa).
Sebagai warga Solo, pihaknya tak ingin Gibran hanya maju cawapres tapi dinilainya lebih pantas sebagai capres. Hal itu berdasarkan prestasi yang diperoleh Gibran selama memimpin Kota Solo.
Selain dua warga Solo, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga mengajukan permohonan uji materi yang sama ke MK. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PSI Francine Widjojo mengatakan, PSI memberikan ruang perhatian anak muda berpartisipasi lebih luas dalam politik dan jabatan kepemimpinan publik.
Menurut Francine, ada banyak anak muda berprestasi saat menjabat di pemerintahan yang berpotensi menjadi presiden maupun wakil presiden RI.
“Namun sayangnya terganjal syarat usia minimal 40 tahun dalam UU Pemilu saat ini,” ujar Francine, Kamis, 9/3/2023.
Dua setengah bulan lagi sebelum pendaftaran pasangan capres dan cawapres untuk pilpres 2024 dibuka oleh KPU, yakni selama 19 Oktober hingga 25 November 2023, tak heran jika muncul isu gugatan ini dibuat untuk memuluskan jalan Gibran sebagai cawapres.
Wakil Ketua MK Saldi Isra juga sempat mempertanyakan motif di balik permohonan mengubah batasan usia ini.
“Pertanyaan besar kami sebetulnya, mengapa kok didorong ke 35 (tahun)? Tidak ke 30? Atau 25?” tanya Saldi ke perwakilan DPR dan pemerintah.
Pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin pun juga berpendapat gugatan batas minimal usai capres dan cawapres berkaitan dengan Gibran. Ia menyebut, jika gugatan itu dikabulkan MK seakan memberikan red carpet untuk Gibran maju pada Pilpres 2024 mendatang.
“Kenapa di angka 35 tahun karena itu angka kompromi Gibran bisa ikut, Gibran bisa jadi calon wakil. Saya melihat kalau itu disahkan MK berarti memberikan jalan kemudahan atau red carpet, jalan tol untuk Gibran. Ada kekuatan Jokowi juga untuk Gibran maju, karena yang lain nggak ada yang berani, dalam konteks gugatan itu untuk mengakomodir Gibran. Tidak di bawah 35 tahun yang penting Gibran masuk nominasi lah,” katanya kepada Forum Keadilan.
Sementara itu, Gerinda yang setuju gugatan minimal batas usia capres dan cawapres menjadi 35 tahun, seolah menguatkan dugaan memuluskan Gibran di panggung Pilpres 2024. Prabowo sendiri pun sempat bergurau apakah Gibran cocok untuk mendampinginya di Pilpres 2024.
Namun, Gerinda membantahnya. Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman mengaku, alasan partainya mendukung gugatan tersebut lantaran ingin memberikan kesempatan pada semua warga negara.
“Semua warga negara yang cakap menurut hukum, diberikan kesempatan untuk memilih, dan kesempatan untuk dipilih secara bersamaan. Itu sesuai dengan konstitusi Pasal 28D Ayat 3 Undang-Undang (UU) Dasar 1945,” ujarnya saat dihubungi Forum Keadilan.
Politisi PDIP Johan Budi Sapto Pribowo seakan tak ingin menanggapi isu tersebut.
“Itu kesimpulan dari mana? Kita tunggu saja apa yang menjadi keputusan MK, kita hormati,” ujarnya.
Sejatinya, gugatan batas usia pejabat ini bukan pertama kali terjadi.
Pada 2019, sejumlah politikus PSI juga pernah meminta batas usia calon kepala daerah diturunkan dari 25 tahun menjadi 21 tahun, namun MK menolaknya dengan pertimbangan tidak terdapat alasan fundamental dalam perkembangan ketatanegaraan yang menyebabkan Mahkamah tak terhindarkan harus mengubah pendiriannya.
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa ini ujian bagi kekonsistenan MK.
“Sikap konsistensi MK ini kembali diuji, terkait syarat usia pimpinan negara, yang sebelumnya selalu dinyatakan MK sebagai open legal policy, harusnya kembali ditunjukkan oleh MK sebagai keputusan MK, untuk mengembalikan kepercayaan rakyat Indonesia terhadap MK sebagai pengawal konstitusi yang independen, dan jauh dari kooptasi kekuatan dan kepentingan politik jangka pendek dari pihak mana pun juga,” ujar Hidayat Nur Wahid dalam keterangannya, Kamis, 3/8.
Jika memang uji materi UU Pemilu dikabulkan oleh MK, bukan tak mungkin jika dinasti politik sang kepala negara terbukti terjadi.* (Tim FORUM KEADILAN)