FORUM KEADILAN – Penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) banyak disepelekan. Hal tersebut juga yang membuat KDRT di Cikarang berakhir tragis.
Seorang suami berinisial N (25) tega menghabisi nyawa istrinya M (24) di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, karena didasari sakit hati. Setelah membunuh, pelaku sempat memandikan jasad sang istri.
Melihat hal tersebut, aktivis pegiat isu perempuan Poppy Dihardjo mengatakan, pembunuhan yang dilakukan oleh suami kepada istrinya itu bukan lah sekedar KDRT. Menurutnya, perilaku suami itu sudah masuk ke dalam kategori femisida.
Femisida sendiri merupakan tindakan pembunuhan yang dilakukan terhadap perempuan karena dasar sakit hati, dendam dan melihat perempuan sebagai objek kepemilikan, sehingga bisa dilakukan sesuka hati.
“Buat saya sendiri, fenomena ini disebut dengan femisida. Ini bukan sekedar KDRT atau seseorang sakit hati lalu membunuh. Kalau di Indonesia lebih banyak laki-laki yang melakukannya ke perempuan. Baik itu pacar atau orang terdekat seperti istrinya,” katanya kepada Forum Keadilan, Sabtu, 16/9/2023.
Poppy menjelaskan, meskipun sudah dimediasi, kekerasan tersebut akan tetap ada. Bahkan, kecenderungan kejadian yang sama akan terulang lebih besar.
Untuk itu, Poppy berharap, aparat penegak hukum dapat memahami bagaimana penanganan laporan KDRT yang dilaporkan. Sebab, jika laporan KDRT dilaporkan ke polisi, artinya masalah yang terjadi sudah cukup rumit.
“Masih banyak polisi yang sebenarnya mereka tidak paham bahwa dengan mereka mendamaikan, bukan berarti kondisi jadi lebih baik. Bukan berarti konflik ini jadi tidak ada lagi. Bukan berarti kekerasan yang sudah dilakukan jadi hilang. Itu yang mereka perlu paham,” lanjutnya.
Poppy menegaskan, penanganan kasus KDRT tidak boleh disepelekan. KDRT sendiri punya pola tertentu yang harusnya dapat dipahami para aparat penegak hukum.
“Polisi perlu paham bagaimana caranya mereka mengenali pola itu. Bukan hanya sekedar mendamaikan. Tapi paham ada pola kekerasan, kalau mereka bisa melihat ini mereka bisa menilai bahwa pola ini bisa terjadi lagi. Kalau ini berulang kemungkinan terjadi lagi lebih tinggi dibanding yang baru sekali,” ungkapnya.
Poppy menjabarkan, KDRT diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Kata dia, KDRT sendiri merupakan delik umum yang bisa dilaporkan oleh siapa saja.
“Sekarang, yang masuk ke dalam delik aduan cuma kekerasan seksual, yang lain masuknya delik umum, artinya semua orang bisa melaporkan ke polisi,” jelasnya.
Jadi, lanjut Poppy, polisi tidak boleh menolak laporan KDRT dengan mengatakan itu masalah pribadi.
“Polisi perlu memahami betul pasal ini, apa yang menjadi hak korban. Jadi bukan cuma sekedar bilang kalau ini urusan pribadi selain korban nggak bisa lapor, perlu paham juga bahwa korban penghapusan KDRT bagaimana,” tutupnya.*
Laporan Merinda Faradianti