FORUM KEADILAN – Mantan Ketua KPK Abraham Samad menyebut pimpinan menjadi pihak yang harus bertanggung jawab terkait kesalahan penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Basarnas.
“Siapa yang bersalah ya pimpinan KPK-nya, bukan Direktur Penyidik (Dirdik) yang harus mundur, yang harus mundur itu pimpinan KPK, karena kesalahan ini tidak pernah terjadi sebelumnya,” katanya kepada Forum Keadilan, Senin, 31/7/2023.
Untuk diketahui, pada Rabu, 26/7/2023, KPK menetapkan lima orang tersangka dalam dugaan korupsi tersebut di mana dua diantaranya berlatar belakang militer aktif, yaitu Kepala Basarnas RI Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Dua hari berselang atau Jumat, 28/7, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyatakan permohonan maaf kepada TNI setelah menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka. Ia menyebut bahwa keputusan mentersangkakan Henri dan Afri merupakan kesalahan prosedur.
Abraham mengatakan, penanganan kasus korupsi yang menjerat dua tersangka anggota aktif TNI adalah dengan koneksitas atau melibatkan tim penyidik dari TNI. Abraham menyayangkan sikap KPK yang langsung menyerahkan kasus tersebut dan meminta maaf ke rombongan TNI.
“Padahal sudah pernah ada contoh pada kasus Bakamla (Badan Keamanan Laut) tahun 2016. Peradilan militer pernah juga memeriksa kasus korupsi dan hukumannya tinggi hukuman mati. Menurut saya yg paling tepat adalah koneksitas bukan cuma TNI tapi menggabungkan keduanya,” jelas Abraham.
Kata Abraham, Dirdik KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu yang mengundurkan diri tidak bersalah dalam kekisruhan tersebut. Ia menjelaskan, setiap pengambilan keputusan yang strategis di KPK, termasuk penetapan tersangka, itu dilakukan secara kolektif kolegial oleh pimpinan KPK.
“Dirdik nggak bersalah, yang membuat kegaduhan adalah pimpinan KPK yang tiba-tiba meralat. Setiap pengambilan keputusan yang strategis di KPK termasuk penetapan tersangka itu dilakukan secara kolektif kolegial oleh pimpinan KPK. Walaupun misal ada pimpinan KPK ada yang di luar kantor dia bisa ikut di dalam rapat ekspose perkara. Gimana caranya, dengan menggunakan teknologi informasi lewat Zoom atau telepon. Akhirnya keputusan diambil kolektif kolegial, keputusan yang diambil bersama-sama pimpinan KPK,” jelasnya.
Sehingga, kata Abraham, tidak ada perbedaan pendapat dari pimpinan KPK satu sama lain karena sudah ditetapkan secara bersama-sama.
Abraham melanjutkan, jika pada satu waktu terjadi kesalahan, maka yang harus bertanggung jawab adalah pimpinan bukan anggota.
“Jadi nggak ada itu pimpinan satu bilang A dan yang satu lagi bilang B, karena sudah diputuskan bersama-sama. Kalau misal di kemudian hari ada sesuatu, itu yang bertanggung jawab adalah pimpinan KPK, bukan anak buah. Seakan dikorbankan padahal dia sama sekali nggak bersalah,” tutupnya.
Sebelumnya, Dirdik KPK Asep Guntur Rahayu dikabarkan mengundurkan diri setelah polemik operasi tangkap tangan (OTT) Basarnas beberapa waktu lalu.
KPK disebut keliru menetapkan tersangka Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi dalam kasus suap Basarnas, sehingga sebagai rasa tanggung jawab Asep mengundurkan diri dari Dirdik KPK karena mengaku tidak mampu mengemban amanah tersebut.*
Laporan Merinda Faradianti