Nakes Ancam Mogok Kerja Usai UU Kesehatan Sah, Ini Respons Menkes

Menkes Budi Gunadi Sadikin | Ist
Menkes Budi Gunadi Sadikin | Ist

FORUM KEADILAN – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin merespons ancaman mogok kerja yang dilontarkan oleh sejumlah organisasi profesi jika RUU Kesehatan disahkan.

RUU Kesehatan sejatinya sudah disahkan menjadi Undang-Undang dalam rapat Paripurna yang digelar oleh DPR RI pada Selasa, 11/7/2023.

Bacaan Lainnya

Menanggapi adanya ancaman mogok tersebut, Budi pun menyebut adanya perbedaan pendapat menjadi hal yang wajar.

“Saya rasa di dalam demokrasi ini, saya sangat menghargai perbedaan pendapat, diskursus, itu adalah hadiah dari krisis keuangan tahun 1998. Jadi saya tidak ingin mundur balik, bahwa orang tidak boleh berbeda pendapat,” ujar Budi di Kompleks Parlemen, Senayan pada Selasa, 11/7.

Namun, ia meminta perbedaan pendapat yang ada disampaikan dengan cara yang baik. Bahkan ia mengaku terbuka jika ada pihak yang datang padanya untuk menyampaikan masukan atau keluhan.

“Enggak akan menutup pintu, WA saya akan balas. Tapi kita juga mesti sadar bahwa kita belum tentu selalu sama. Masing-masing punya argumentasi yang berbeda,” ungkap Budi.

Lebih lanjut, Budi juga menegaskan terbuka untuk dilakukan pengecekan ulang terhadap argumen pembelaannya terkait UU Kesehatan. Tujuannya agar pihak lain terbuka untuk mempertimbangkan argument yang paling tepat.

Diketahui, tenaga medis dan tenaga kesehatan yang tergabung dalam lima organisasi profesi itu sudah berencana akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika pembahasan RUU tidak dihentikan.

Bahkan, mogok kerja juga menjadi opsi perlawanan.

Berbagai organisasi tenaga kesehatan sempat menggelar demonstrasi menolak pengesahan RUU Kesehatan di depan Gedung DPR RI, Selasa, 11/7 kemarin.

Aksi tersebut melibatkan organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI)), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

Pada aksi ini, tiga point yang disuarakan adalah tuntutan terkait pengesahan RUU kesehatan yang dipandang menyengsarakan tenaga kesehatan dan rakyat Indonesia.

“Pertama mandatory spending tidak ada, yaitu tidak adanya alokasi anggaran oleh negara kepada bidang kesehatan. Yang kedua khusus perawat, kita sudah dikenal ada pelayanan khusus perawatan, ada praktik perawat, ada kewenangan perawat ada pendidikan berkelanjutan khusus perawat dengan adanya ini (RUU Kesehatan) hilang, artinya tidak diperhitungkan perawat dan tenaga kesehatan ini. Kita hanya dielu-elukan saat pandemi. Yang ketiga dengan dicabutnya beberapa Undang-Undang kedokteran khususnya perawat, maka landasan profesi kita tidak kuat,” jelas ketua PPNI Harif Fadhillah.

Harif menganggap RUU kesehatan ini justru hadir menyengsarakan tenaga kesehatan di Indonesia.*

Pos terkait