Siswi SD Penganut Penghayat Dipaksa Pakai Jilbab, DPR: Tidak Bisa Dibenarkan

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman | Novia Suhari/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Seorang siswi kelas 2 SD di Jomin Barat, Cikampek, Kabupaten Karawang, di-bully karena datang dari keluarga penganut penghayat kepercayaan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Bahkan, pihak sekolah memaksa siswi berinisial B itu mengenakan jilbab di sekolah.

Menanggapi kasus bullying tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan, harus ada pengecekan kebenaran terlebih dahulu.

Bacaan Lainnya

“Kita cek dulu ya, apakah memang benar adanya kalau bukan muslim disuruh pakai jilbab, dan tentu siapa pun memiliki hak untuk berpenampilan sesuai dengan keyakinannya masing-masing,” katanya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin, 10/7/2023.

Meski begitu, Habiburokhman menegaskan tidak mentoleransi tindakan pemaksaan kepada seseorang untuk mengenakan aksesoris agama lain yang tak sesuai keyakinannya.

“Tapi kalau non muslim dipaksa memakai jilbab tentu tidak bisa dibenarkan,” ujarnya.

Habiburokhman pun berharap kasus tersebut dapat diselesaikan dan hak-hak dari korban bisa dikembalikan.

“Tapi yang terpenting adalah hak-hak nya dikembalikan dan ditegakan kepadanya,” kata dia.

Senada dengan Habiburokhman, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah mengatakan, kasus bullying siswi SD Jomin Barat tersebut harus segera ditelusuri.

“Harus segera ditelusuri kebenaran laporannya dan diklarifikasi duduk perkaranya oleh Dinas Pendidikan setempat,” kata Hetifah saat dihubungi Forum Keadilan, Senin, 10/7.

Kata Hetifah, apabila terbukti benar maka pembullying tersebut harus ditindak dengan tegas oleh Dinas Pendidikan setempat.

“Karena diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan dan mereka yang berbeda keyakinan apalagi jika disertai dengan kekerasan tidak dapat dibenarkan,” jelasnya.

Kader Partai Golkar tersebut juga tidak membenarkan bullying dengan alasan apa pun, apalagi di satuan pendidikan yang sama sekali tidak bisa ditolerir.*

Laporan Novia Suhari

Pos terkait