FORUM KEADILAN – Juru bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zainudin Paru angkat bicara mengenai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ia menyebut tahapan pemilu sudah berjalan dan tidak bisa diinterupsi karena satu persoalan satu partai saja.
Pasalnya, gugatan yang dilayangkan Partai Prima tersebut berujung KPU dihukum tidak bisa melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal.
Zainudin mengatakan, putusan ditunda ataupun berjalan adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Gugatan yang diajukan Partai Prima adalah gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Yang menyatakan Partai Prima dirugikan secara Perdata. Namun tidak demikian dengan partai lain,” kata Zainudin, Jumat, 3/3/2023.
Katanya, surat keputusan KPU seharusnya diperiksa dan diputus oleh PTUN bukan wilayah Pengadilan Negeri.
Ia juga menekankan tahapan Pemilu 2024 sudah dimulai dan sedang berjalan.
Zainudin menilai seharusnya putusan PN Jakpus tersebut tidak menghalangi KPU dalam menjalankan tahapan Pemilu 2024.
Namun, PN Jakpus justru memerintahkan KPU untuk menunda tahapan pemilu.
Sebelumnya, gugatan perdata kepada KPU itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Akibat dari verifikasi KPU tersebut Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Padahal jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS, ternyata juga dinyatakan Memenuhi Syarat (MS) oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan.
Partai Prima juga menyebut KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi yang menyebabkan keanggotannya dinyatakan TMS di 22 provinsi.
Akibat kelalaian ini, Partai Prima mengaku mengalami kerugian immateriil yang mempengaruhi anggotanya di seluruh Indonesia. (*)
Laporan Merinda Faradianti