FORUM KEADILAN – Banyak konsekuensi, termasuk delik makar, yang bisa dikenakan pada Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil atas ucapannya kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait polemik dana bagi hasil (DBH) minyak daerah.
Ucapannya yang mengancam akan angkat senjata dan kabupaten Meranti akan bergabung ke negara tetangga yang disinyalir adalah Malaysia bisa terkena delik makar.
“Apa perlu Meranti mengangkat senjata? Kan, tak mungkin kan. Ini menyangkut masalah Meranti yang miskin ekstrem,” ucap Adil dalam Rapat Koordinasi Pengelolaan Pendapatan Belanja Daerah di Pekanbaru, Riau, Kamis, 9/12/2022.
Ucapan keras yang keluar dari mulut Bupati Meranti tersebut sontak menuai konsekuensi dari teguran hingga potensi delik pidana makar.
Baca juga:
Iklim 2023 Diprediksi Lebih Kering, Waspadai Kebakaran Hutan
Mahfud: Semua Harus Siap, Pemilu Pasti Ada Curangnya
Terkait dengan teguran, sosok Menteri Dalam Negeri atau Mendagri, Tito Karnavian melayangkan teguran lisan via Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri, Suhajar Diantoro dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 13/12/2022.
“Mendagri menegur keras sekaligus menegaskan, sebagai kepala daerah apa pun masalahnya harus menggunakan bahasa yang beretika dan menunjukkan sikap kenegarawanan,” ucapnya, Selasa, 13/12/2022.
Delik Makar Ancam Bupati Meranti
Soal ancaman pidana makar, hal itu disampaikan oleh pengamat pertahanan keamanan dan intelijen Susaningtyas Kertopati.
“Sebaiknya berhati-hati jika masuk ranah kedaulatan RI. Ungkapan bahwa minta Meranti dikasihkan ke negara tetangga dan mau angkat senjata itu dikhawatirkan bisa masuk dalam ranah makar,” tegasnya.
Berdasar dari peringatan Susaningtyas, ucapan Bupati Meranti berpotensi delik makar karena mengucapkan bahwa dirinya akan mengangkat senjata dan membelot ke negara tetangga.
Adapun delik makar tersebut berarti mengancam Bupati Meranti dapat dijatuhi hukuman pidana penjara maupun denda.
Delik makar diatur dalam Pasal 107 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP.
Ayat (1) dalam pasal tersebut menjelaskan pidana yang diberikan dari perbuatan makar sebagai berikut: “Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
Kemudian pada Ayat (2) Pasal 107 KUHP juga menjelaskan hukuman pidana yang diberikan kepada sosok yang memimpin upaya makar berupa ancaman pidana kurungan penjara hingga seumur hidup.
“Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun,” bunyi Pasal 107 KUHP ayat (2).
KUHP yang baru yang disarikan dari RKUHP juga mengatur pidana makar demikian: ““Setiap orang yang melakukan makar dengan maksud menggulingkan dan/atau mengambil alih pemerintah yang sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.”*