Rabu, 02 Juli 2025
Menu

Pemerintah RI Ajukan Banding Terkait Kasus Navayo ke Pengadilan Perancis

Redaksi
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) RI Yusril Ihza Mahendra dan Otto Hasibuan Wakil Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) RI Yusril Ihza Mahendra, saat konferensi pers terkait Permasalahan Hukum Antara Navayo International AG dan Kementerian Pertahanan pada Kamis, 27/3/2025. | Youtube Kemenko Kumham Imipas
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) RI Yusril Ihza Mahendra dan Otto Hasibuan Wakil Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) RI Yusril Ihza Mahendra, saat konferensi pers terkait Permasalahan Hukum Antara Navayo International AG dan Kementerian Pertahanan pada Kamis, 27/3/2025. | Youtube Kemenko Kumham Imipas
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pemerintah RI akan mengajukan banding atas putusan pengadilan Perancis dalam kasus Navayo Internasional AG kontra Kementerian Pertahanan RI.

Diketahui, Sidang dijadwalkan dimulai pada Mei 2025.

“Kami berharap pengadilan dapat mempertimbangkan berbagai fakta yang ada dan membatalkan keputusan yang telah diambil sebelumnya,” kata Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) RI Yusril Ihza Mahendra, pada Kamis, 27/3/2025.

Yusril mengatakan bahwa melalui banding, pemerintah akan menyampaikan keberatan, sanggahan dan bantahan atas putusan yang telah diambil sebelumnya.

KBRI Paris telah menunjuk pengacara Perancis yang telah berpengalaman dalam menangani kasus penyitaan aset negara untuk menghadapi sidang itu.

Yusril menjelaskan bahwa pengacara tersebut pernah menangani kasus yang serupa bagi negara Kongo, sehingga dirinya meyakini pengacara itu dapat membantu membela kepentingan pemerintah Indonesia di pengadilan Prancis

Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas) RI juga akan mengirimkan perwakilan untuk memberikan keterangan dalam persidangan.

Yusril mengatakan bahwa pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah hukum di dalam negeri terkait kasus Navayo Internasional.

Langkah itu adalah dengan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung RI bertujuan menangani dugaan kecurangan atau fraud dalam perjanjian antara Navayo dengan Kemenhan RI.

“Dugaan fraud ini telah dikemukakan dalam persidangan arbitrase Singapura, namun langkah hukum pidana tetap diperlukan untuk menangani kasus ini lebih lanjut,” tuturnya.

Pemerintah Indonesia, lanjut Yusril, menghormati putusan pengadilan Perancis dalam kasus ini. Tetapi, ada sejumlah prosedur yang perlu disorot dikarenakan tidak diambil pengadilan.

Pengadilan menetapkan penyitaan terhadap aset diplomatik tanpa memanggil pihak pemerintah Indonesia dalam persidangan.

Yusril menekankan bahwa bertentangan dengan asas-asas praktik pengadilan internasional, di mana semua pihak yang terlibat dalam suatu perkara seharusnya diberikan kesempatan untuk memberikan keterangan sebelum putusan dijatuhkan.

“Kelalaian terhadap prinsip ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kredibilitas pengadilan Perancis dalam menangani permohonan yang diajukan oleh Navayo Internasional,” tegasnya.

Kemudian ia menekankan bahwa berbagai aset yang disita adalah objek diplomatik, yang seharusnya dilindungi oleh Konvensi Wina, sehingga tidak boleh disita oleh pihak swasta.

Sebagai informasi jika penyitaan tetap dikabulkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi hubungan diplomatik internasional.

Menanggapi keberatan yang disampaikan oleh Pemerintah Indonesia bahwa pihak Perancis menyatakan seluruh informasi terkait sudah disampaikan kepada Pengadilan, termasuk konfirmasi dari Kementerian Luar Negeri Perancis bahwa aset yang disita adalah properti diplomatik pemerintah Indonesia.

Oleh demikian, Pengadilan Perancis memberikan kesempatan bagi pemerintah Indonesia untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Mengenai kasus proyek Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Pda 2016, Kemenhan RI menandatangani kontrak dengan pihak swasta asing untuk pengadaan Satkomhan itu, salah satunya dengan Navayo Internasional AG.

Berdasarkan perjanjian yang diteken, terdapat ketentuan bahwa jika terjadi sengketa (dispute) akan diputus oleh arbitrase Singapura. Navayo lalu mengajukan gugatan ke arbitrase Singapura yang putusannya mengharuskan pemerintah Indonesia membayar sejumlah ganti rugi.

Permasalahan ini menjadi berkepanjangan hingga pada 2022, perusahaan asal Eropa tersebut mengajukan permohonan eksekusi sita ke pengadilan Perancis untuk menyita aset pemerintah Indonesia di Paris.

Pada tahun 2024, pengadilan Perancis memberikan wewenang kepada Navayo untuk melakukan penyitaan atas hak dan properti milik pemerintah Indonesia di Paris. Salah satu aset itu, adalah rumah-rumah tinggal pejabat diplomatik RI.

Selain upaya pembatalan penyitaan aset pemerintah Indonesia, Menko Kumham Imipas RI bersama dengan Menteri Kehakiman Prancis Gérald Darmanin turut membahas kemungkinan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Prancis di bidang hukum.

Beberapa agenda utama yang dibahas meliputi perjanjian ekstradisi, pertukaran beserta pemulangan narapidana (exchange and transfer of prisoner), beserta perjanjian bantuan hukum timbal balik (Mutual Legal Assistance/MLA) antara kedua negara.*