Tangani Polemik 4 Pulau Aceh-Sumut, Tim Nasional Rupabumi dan Kemendagri Gelar Evaluasi Menyeluruh

FORUM KEADILAN – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengungkapkan bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan melakukan evaluasi menyeluruh terkait penanganan polemik empat pulau yang diperebutkan oleh Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) hari ini.
Hal ini lantaran saat ini, penanganan polemik empat pulau tersebut diambil alih oleh Presiden Prabowo Subianto.
“Siang ini pukul 14.00 WIB kami akan lakukan evaluasi secara menyeluruh, Tim Nasional Rupabumi dan jajaran Kemendagri,” ungkap Bima Arya kepada media, Senin, 16/6/2025.
Kabar terkait Prabowo mengambil alih penanganan polemik ini diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Ia mengatakan bahwa hal ini berdasarkan hasil komunikasi Prabowo bersama DPR. Keputusan terkait sengketa empat pulau ini akan diumumkan pada pekan ini.
“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI bahwa presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara,” ujar Dasco kepada wartawan, Sabtu, 14/6.
Sebelumnya, permasalahan ini terjadi lantaran empat pulau tersebut disebut-sebut berada pada wilayah Sumut. Padahal, empat pulau itu pada awalnya adalah bagian dari wilayah Aceh.
Adapun empat pulau yang dimaksud yaitu, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Klaim Gubernur Sumut Bobby Nasution terhadap pulau-pulau tersebut pun didukung oleh Kemendagri lewat Keputusan Mendagri (Kepmendagri) yang terbit pada 25 April lalu.
“Proses perubahan status keempat pulau tersebut telah berlangsung sebelum 2022, jauh sebelum Gubernur Muzakir Manaf dan Wakil Gubernur Fadhlullah menjabat. Pada 2022, beberapa kali telah difasilitasi rapat koordinasi dan survei lapangan oleh Kementerian Dalam Negeri,” jelas Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh Syakir lewat keterangannya, Senin, 26/5.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh tidak menerima keputusan itu. Peninjauan ulang terkait keputusan tersebut pun hingga kini masih diperjuangkan agar keempat pulau tersebut kembali masuk ke wilayah administratif Aceh.
Kemudian, Kemendagri membeberkan penjelasannya terkait polemik ini. Mulanya, permasalah ini terjadi lantaran ada perubahan nama pulau yang diajukan oleh Pemprov Aceh pada 2009 lalu.
Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal Zakaria Ali menjelaskan bahwa kala itu, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi Kemendagri menemukan terdapat 213 pulau di wilayah Sumut. Ia mengungkapkan, ada Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang dalam 213 pulau yang masuk wilayah Sumut itu.
“Hasil verifikasi tersebut, mendapat konfirmasi dari Gubernur Sumatera Utara, lewat surat nomor sekian, nomor 125, tahun 2009 yang menyatakan bahwa provinsi Sumatera terdiri di 213 pulau, termasuk empat pulau yang tadi, yang empat pulau itu,” beber Safrizal pada jumpa pers di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu, 11/6.
Diketahui, Gubernur Aceh Muzakir Manaf pun tegas menolak ajakan beruding dengan Gubernur Sumut Bobbu Nasution. Perundingan tersebut bertujuan untuk melakukan pengelolaan empat pulau secara bersama-sama antara Pemprov Aceh dan Pemprov Sumut.
Muzakir mengatakan bahwa permintaan mengelola empat pulau secara bersama-sama tidak masuk akal. Sebab, pulau tersebut berada di wilayah Aceh. Maka, Muzakir mengungkapkan bahwa pihaknya mengabaikan ajakan Bobby terkait pembahasan pengelolaan pulau secara bersama-sama tersebut.
“(Bobby ajak duduk bersama bahas pengelolaan pulau bersama) Tidak akan kita bahas. Bagaimana kita bahas itukan hak kita, punya kita wajib kita pertahankan,” ujar Muzakir setelah melaksanakan rapat tertutup dengan forum bersama (Forbes) DPR RI dan DPD RI depil Aceh di Pendopo Gubernur Aceh, Jumat, 13/6 malam.
Pemprov Aceh, kata Muzakir, juga telah mengajukan formulir keberatan ke Kemendagri terkait putusan pengadilan empat pulau tersebut yang kini masuk wilayah Sumut.
Formulir yang diajukan tersebut berisi dokumen, data-data historis, kependudukan, geografis, hingga data temporer.
“Sudah (formulir keberatan ke Kemendagri) bukti data secara historis secara penduduk geografis itu hak kita. Itu saja kita pertahankan,” katanya.*
Laporan oleh: Puspita Candra Dewi