Minggu, 13 Juli 2025
Menu

Fadli Zon Sanggah Peristiwa Pemerkosaan Massal 98, PDI Perjuangan: Kita Bakal Tulis Ulang Sejarah Versi Sendiri

Redaksi
Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto (kiri) bersama dengan Wakil Ketua MPR Bambang Pacul (kanan), saat ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 16/6/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto (kiri) bersama dengan Wakil Ketua MPR Bambang Pacul (kanan), saat ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 16/6/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Pacul merespons pernyataan Menteri Kebudayaan (Menbud) RI Fadli Zon yang menyangkal adanya peristiwa pemerkosaan massal pada tahun 1998. Ia menilai, dalam proyek penulisan ulang sejarah, subjektivitas penulis tidak bisa dihindari.

“Subjektivitas pasti ikut campur, 100 persen ikut campur. Jadi siapa pun yang akan menulis pasti akan ada kontra nya,” katanya saat ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 16/6/2025.

Menurut politisi PDI Perjuangan itu, sikap partainya terhadap inisiatif Fadli Zon cukup jelas. Ia menyebut PDI Perjuangan akan menulis ulang sejarah berdasarkan sudut pandangnya sendiri.

“Apa sikap PDIP terhadap inisiatif Menbud Fadli Zon? Ya maka PDIP juga akan menulis ulang juga sejarah versi kita,” tegasnya.

Bambang juga menyarankan agar publik membaca kembali pernyataan resmi Presiden ke-3 RI BJ Habibie, yang menjabat saat itu terkait dengan peristiwa pemerkosaan massal tahun 1998.

“Silakan dibaca tulisan Pak Habibie, waktu itu Presiden Habibie itu de jure, dan statmentnya apa? Ya dibaca, karena saya tidak ingin kontradiksi kan,” katanya.

Ia menegaskan bahwa perbedaan perspektif dalam menulis sejarah adalah hal yang wajar. Namun, Bambang menekankan pentingnya membenturkan berbagai fakta untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh, bukan sekadar adu pendapat.

“Hari ini (jaman sekarang) kita itu susah, kalau (modal) hanya adu ngotot-ngototan tok. Jadi kalau ngotot-ngotot aja, ya kita bikin sejarah kita sendiri dengan fakta yang kita punya sendiri. Just a simple,” lanjutnya.

Bambang juga mengakui bahwa jika dirinya yang menulis sejarah, ia pun tak akan lepas dari subjektivitas pribadi, terutama sebagai pengagum Bung Karno.

“Bagaimana kalau Bambang Pacul yang nulis, ya podo ae (sama saja) saya juga punya subjektivitas. Enggak mungkin aku tulis subjektivitas yang kecil saja, anggaplah Bung Karno ada kekeliruan saya pasti enggak mau, wong aku pecintanya Bung Karno. Kalian mau tidak kalau pasangan yang kalian cintai dikritik, pasti enggak mau lah, padahal ada cacatnya,” ucapnya.

Ia menutup dengan menekankan pentingnya kesadaran atas subjektivitas ini dalam menyikapi sejarah dan menyarankan agar tidak ada pihak yang merasa paling benar.

“Jadi itulah subjektivitas yang mempengaruhi, ini yang harus disadari, jadi jangan kemudian sok paling benar sendiri,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Novia Suhari