Rabu, 25 Juni 2025
Menu

Salatiga Jadi Kota Paling Toleran Versi SETARA Institute 2024, Disusul Singkawang dan Semarang

Redaksi
Setara Institute Merilis Indeks Kota Toleran (IKT) 2024 di di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa 27/5/2025 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Setara Institute Merilis Indeks Kota Toleran (IKT) 2024 di di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa 27/5/2025 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Setara Institute kembali merilis laporan tahunan terkait situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia sepanjang tahun 2024.

Laporan ini sekaligus merilis Indeks Kota Toleran (IKT) 2024 yang telah menjadi agenda rutin lembaga tersebut selama 18 tahun terakhir.

Peluncuran indeks ini digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, pada Selasa, 27/5/2025 dan dihadiri oleh sejumlah tokoh serta perwakilan pemerintah daerah.

Dalam pemaparan hasilnya, Kota Salatiga dinobatkan sebagai kota paling toleran di Indonesia dengan skor 6,544. Disusul oleh Singkawang dan Kalimantan Barat dengan skor 6,420, serta Semarang di posisi ketiga dengan skor 6,356.

Berikut daftar 10 kota dengan skor toleransi tertinggi versi Setara Institute:

  1. Salatiga – 6,544
  2. Singkawang – 6,420
  3. Semarang – 6,356
  4. Magelang – 6,248
  5. Pematang Siantar – 6,115
  6. Sukabumi – 5,968
  7. Bekasi – 5,939
  8. Kediri – 5,925
  9. Manado – 5,912
  10. Kupang – 5,853

Ketua Badan Pengurus Setara Institute Ismail Hasani menyebut bahwa Indeks Kota Toleran disusun berdasarkan pemantauan terhadap pelanggaran KBB yang terjadi sepanjang tahun. Data dikumpulkan dari laporan korban, saksi, jaringan pemantau di berbagai daerah, serta verifikasi melalui pemberitaan media.

Ismail mengatakan, indeks ini telah mendapat sambutan luar biasa dari para kepala daerah. Menurutnya, keberadaan indeks ini mendorong banyak wali kota untuk lebih aktif membenahi kota masing-masing dalam hal toleransi dan kebebasan beragama.

“Karena kemampuannya menggerakkan elemen-elemen masyarakat, birokrasi, termasuk juga memprovokasi wali kota-wali kota,” kata Ismail dalam sambutannya.

Ia menambahkan, kota-kota yang sebelumnya mendapat cap intoleran pun mulai menunjukkan perbaikan.

“Dari yang awalnya dicaci maki kota intoleran, kemudian bergerak mulai dulu dari keluar zona merah dan seterusnya,” ujarnya.

Ismail menegaskan, penyusunan indeks ini akan terus dilakukan setiap tahun. Sebab, menurutnya, kebutuhan akan tolak ukur toleransi bukan lagi hanya milik Setara, melainkan kebutuhan seluruh bangsa.

“Saya kira komitmen kami, apapun yang terjadi, Indeks Kota Toleran akan terus kita susun, kita kerjakan. Karena dia bukan lagi kebutuhan Setara, tapi kebutuhan republik,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya evaluasi publik terhadap kinerja pemerintah daerah dalam menjaga kerukunan dan kebebasan beragama.

“Saya membayangkan apabila kinerja bapak-ibu tidak ada yang mengapresiasi, tidak ada yang mengingatkan, tentu ini adalah persoalan serius bagi tata kelola pemerintahan,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Muhammad Reza