Dono Parwoto Divonis 5 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Tol MBZ

FORUM KEADILAN – Mantan Kepala Divisi (Kadiv) III PT Waskita Karya, Dono Parwoto divonis 5 tahun pidana penjara dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II atau Tol Layang Sheikh Mohammed Bin Zayed (MBZ) tahun 2016-2017.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan bahwa Dono telah terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum bersama-sama dengan para terdakwa lainnya.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan penjara selama 5 tahun ” kata Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto di Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu, 21/5/2025.
Selain pidana penjara, Majelis hakim juga menghukum terdakwa untuk membayar uang denda sebesar Rp 150 juta, subsidair 2 bulan kurungan.
Majelis Hakim menyatakan bahwa perbuatan Dono telah melanggar ketentuan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Vonis ini jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum yaitu pidana penjara selama 8 tahun. Selain itu, jaksa juga menuntut Dono dengan pidana denda sebesar Rp 1 miliar. Jika tidak membayarnya, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Dalam kasus ini, Dono bertindak selaku Kuasa Kerja Sama Operasi (KSO) Was-Acs. Kedua perusahaan ini yang mengerjakan proyek Tol MBZ dengan metode design and build atau rancang bangun.
Selain itu, jaksa menuntut uang pengganti Rp 510.085.261.485,41 (Rp 510 miliar) ke korporasi KSO Waskita Acset dan KSO Bukaka Krakatau Steel. Jaksa menyakini Dono melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebagai informasi, Jaksa mendakwa Dono Parwoto bersama-sama SB, YM, dan TBS tiga rekannya karena mengubah spesifikasi proyek Tol Layang MBZ tanpa mengikuti desain awal.
Perubahan ini termasuk bentuk dan ukuran steel box girder yang menyebabkan turunnya kualitas dan volume material, serta membuat tol tidak aman dilewati kendaraan besar.
Selain itu, mereka juga menurunkan mutu beton dari standar yang ditentukan, sehingga hasil akhirnya jauh di bawah syarat keamanan. Mereka juga diduga sengaja mengurangi volume pekerjaan struktur beton dan tidak membuat Rencana Teknik Akhir (RTA), yang seharusnya jadi acuan utama proyek.
Dono bahkan menyubkontrakkan pekerjaan utama tanpa izin dan tetap menyetujui serah terima proyek meski banyak penyimpangan.*
Laporan Syahrul Baihaqi