Pemilik Sugar Group Dilaporkan ke KPK Terkait Dugaan Suap

FORUM KEADILAN – Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi melaporkan dugaan tindak pidana suap yang melibatkan Sugar Group Company kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dugaan ini mencuat berdasarkan fakta persidangan kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, pada 7 Mei 2025.
Dalam laporan tersebut, Koalisi Sipil menduga adanya praktik suap yang dilakukan oleh pemilik Sugar Group Company Purwanti Lee dan Gunawan Yusuf, kepada sejumlah pihak. Nama Soltoni Mohdally turut disebut dalam konteks ini, sebagaimana diungkapkan oleh saksi Zarof Ricar dalam persidangan.
“Kami melaporkan berdasarkan fakta persidangan kasus Ronald Tannur. Ada pengakuan dari saksi Zarof Ricar bahwa ia menerima uang dari Sugar Group. Ini mengindikasikan adanya praktik suap yang belum diungkap secara transparan oleh Kejaksaan Agung,” ujar Koordinator Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi Ronald Lobloby kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Rabu, 14/5/2025.
Ronald menilai, penanganan kasus ini oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), khususnya di bawah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, tidak menyentuh substansi dugaan suap. Menurutnya, Kejaksaan justru mengarahkan kasus ini ke ranah gratifikasi, bukan suap.
“Karena itu kami minta agar KPK mengambil alih penanganan perkara ini. Hingga kini, belum ada pemanggilan terhadap pihak Sugar Group. Ini mengindikasikan adanya upaya perlindungan terhadap pihak pemberi suap,” kata Ronald.
Dalam persidangan, Zarof Ricar mengakui menerima uang sebesar Rp50 miliar dan Rp20 miliar dari Sugar Group Company melalui Purwanti Lee. Uang tersebut diduga terkait perkara perdata Sugar Group melawan Marubeni Corporation yang sedang bergulir di tingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).
“Fakta persidangan juga mengonfirmasi barang bukti berupa uang Rp915 miliar dan 51 kilogram emas yang ditemukan dalam perkara ini. Ini bukan gratifikasi, melainkan suap, sebagaimana unsur perjanjian (meeting of minds) antara Zarof Ricar dengan Sugar Group Company agar perusahaan itu menang di pengadilan dan lolos dari kewajiban membayar ganti rugi Rp7 triliun kepada Marubeni,” jelas Ronald.
Koalisi Sipil juga menyebut bahwa perintah Jampidsus Febrie Adriansyah kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) M. Nurachman Adikusumo untuk menerapkan pasal gratifikasi dalam dakwaan terhadap Zarof Ricar justru dapat mengaburkan pihak pemberi suap.
“UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) No. 8 Tahun 2010 menganut prinsip pembalikan beban pembuktian. Namun, penerapan pasal gratifikasi terhadap Zarof yang sudah enam bulan disidik membuat keberadaan pihak pemberi suap tetap gelap. Padahal, penyidikan seharusnya membuat perkara menjadi terang,” tegas Ronald.
Atas dasar itu, Koalisi Sipil meminta KPK untuk memeriksa para hakim, serta mengevaluasi peran Jaksa Agung dalam perkara ini. Mereka juga menegaskan bahwa pengaduan ini didasarkan pada UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), serta PP No. 43 Tahun 2018 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan KKN.*
Laporan Muhammad Reza