Kunjungan Spesifik Komisi III DPR RI ke Polda Metro Jaya: Soroti Narkoba, Premanisme hingga Tawuran Pelajar

FORUM KEADILAN – Komisi III DPR RI, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta melakukan kunjungan spesifik ke Polda Metro Jaya, pada Kamis, 8/5/2025. Kunjungan ini fokus membahas isu strategis, terutama peredaran narkoba, premanisme, hingga tawuran di wilayah ibu kota.
Anggota Komisi III DPR RI Hasbiallah Ilyas, menyampaikan apresiasi tinggi terhadap kinerja Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto dan jajarannya. Dalam pertemuan tersebut, ia menyoroti keberhasilan jajaran Polda Metro Jaya dalam menekan angka kriminalitas dan mengoptimalkan pencegahan peredaran narkoba.
“Alhamdulillah, Komisi III DPR sangat mengapresiasi kinerja Kapolda Metro Jaya yang sangat bagus. Kriminalitas dan peredaran narkoba bisa ditekan secara maksimal. Kami yakin ke depan pencegahan dan penanganan di DKI Jakarta akan semakin tegas dibandingkan wilayah lain,” kata Hasbiallah kepada media di Mapolda Metro Jaya, Rabu, 8/5.
Kemudian, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto, menegaskan bahwa pihaknya bersama Kejati dan BNNP DKI Jakarta terus bersinergi dalam memerangi penyalahgunaan narkoba. Karyoto menekankan bahwa pengguna narkoba dipandang sebagai korban yang harus direhabilitasi, sementara jaringan di atasnya, pengedar dan bandar, menjadi sasaran utama pemberantasan.
“Kami setiap minggu menangkap lebih dari 100 pengguna narkoba. Artinya, peredaran narkoba memang nyata ada. Kami terus gencar melakukan pengungkapan, dari pengguna sampai ke pengedar dan bandar besar. Kami bekerja sama dengan Mabes Polri dan BNN untuk pengungkapan yang lebih besar lagi,” jelas Karyoto.
Dalam konteks ini, Kepala Kejati DKI Jakarta Patris Yusrian Jaya menggarisbawahi pendekatan dua arah dalam penanganan perkara narkotika, proses persidangan untuk bandar dan pengedar, serta rehabilitasi bagi pengguna.
“Kami berkomitmen bahwa terhadap bandar, pengedar, apalagi produsen narkoba, harus diberikan hukuman berat, bahkan hukuman mati bila perlu. Namun terhadap pengguna yang adalah korban, kami prioritaskan upaya restorative justice dan rehabilitasi,” ujar Patris.
Meski demikian, Patris mengingatkan pentingnya edukasi agar masyarakat tidak salah persepsi.
“Jangan sampai masyarakat menganggap narkoba itu tidak berisiko hanya karena pengguna akan direhabilitasi. Edukasi tentang bahaya narkoba tetap harus dikedepankan,” tambahnya.
Selain narkoba, isu premanisme juga menjadi perhatian utama. Kapolda mengungkapkan bahwa pihaknya telah berdiskusi intensif dengan pimpinan TNI dalam menyikapi potensi gangguan keamanan yang melibatkan kelompok preman.
“Kami sedang mengkaji aspek hukum dari berbagai kejadian premanisme, termasuk kemungkinan adanya unsur penghinaan terhadap institusi. Hal ini kami tanggapi dengan serius,” jelas Karyoto.
Khusus terkait tawuran pelajar, Karyoto membeberkan bahwa fenomena tersebut kini semakin kompleks dengan adanya media sosial. Ia menyoroti penggunaan Instagram sebagai media tantangan tawuran yang bahkan disiarkan secara langsung (live).
“Tawuran sekarang ini bukan main-main. Mereka janjian lewat Instagram, tawuran live, bahkan sampai ada yang meninggal. Kami terus melakukan pendekatan persuasif dan edukatif di sekolah-sekolah. Kami libatkan mahasiswa untuk menyusun dan membawakan materi penyuluhan,” kata Karyoto lagi.
Namun, di sisi lain, tindakan tegas pun tak terhindarkan. Karyoto menyebut, ada anggota kepolisian yang menjadi korban kekerasan, seperti disiram air keras saat patroli.
“Karena itu anggota kami saat patroli kini pakai helm full-face. Kalau ada pelaku yang membahayakan nyawa petugas atau orang lain, kami akan tindak tegas dan terukur sesuai SOP,” tegasnya.
Karyoto juga menyinggung soal keterbatasan jumlah personel Polri dalam menghadapi kompleksitas permasalahan Jakarta. Dengan jumlah penduduk sekitar 22 juta dan hanya 29 ribu personel Polri, yang sebagian besar adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), Karyoto menyebut gagasan mengaktifkan polisi RW belum memungkinkan secara maksimal.
“Satu polisi harus menjaga sekitar 758 warga. Idealnya satu RW satu polisi, tapi jumlah personel kita belum mencukupi. Jika ada tambahan personel, kami yakin deteksi dini terhadap potensi kriminalitas akan jauh lebih efektif,” tandasnya.*
Laporan Ari Kurniansyah