KPPOD: Usulan Daerah Istimewa Surakarta Belum Relevan, Tunggu Penyelesaian Desertada

Keraton Surakarta | Ist
Keraton Surakarta | Ist

FORUM KEADILAN – Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman menilai, usulan pembentukan Daerah Istimewa Surakarta belum relevan dengan kondisi keuangan negara yang belum stabil.

Selain itu, usulan keistimewaan semestinya menunggu penyelesaian Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) sebagai landasan hukum dan panduan bagi daerah yang ingin mengajukan kekhususan.

Bacaan Lainnya

“Menurut kami dengan konteks saat ini di mana keuangan negara itu lagi sedang tidak baik-baik saja gitu, usulan-usulan keistimewaan seperti itu belum relevan,” katanya saat dihubungi Forum Keadilan, Senin, 28/4/2025.

Meskipun ia menyebut bahwa usulan pembentukan daerah keistimewaan hal yang sah, namun hal tersebut harusnya sesuai dengan Desertada dalam Undang-Undang (UU) Pemerintah Daerah.

Adapun Desartada adalah kerangka kerja yang digunakan oleh pemerintah untuk mengatur jumlah dan jenis daerah otonom di Indonesia. Ini merupakan persyaratan dan proses penetapan daerah, di mana di dalamnya terdapat pengakuan atas keistimewaan suatu daerah.

Dalam Desartada tersebut diatur soal proses penggabungan pemekaran di mana salah satu syaratnya terdapat adanya pengakuan atas keunikan ataupun keistimewaan dalam daerah tersebut.

Namun, kata dia, peraturan tersebut belum dibuat dan masih dalam proses penyusunan dalam Peraturan Pemerintah.

“Desertada itu harus diselesaikan dulu sehingga itu jadi alasan untuk pertama tadi mencabut moratorium tadi. Kemudian itu juga jadi panduan bagi publik ketika daerah-daerah itu mengusulkan untuk mendapatkan kekhususan atau keistimewaan,” katanya.

Ia menyebut, sejak tahun 2014 hingga sekarang, Indonesia tidak pernah ada pemekaran, kecuali di Papua, karena adanya moratorium daerah otonomi baru (DOB). Hal ini karena berdasarkan dari evaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melihat bahwa daerah otonomi baru dinilai gagal.

Lebih jauh, Herman juga menyoroti konteks keuangan negara yang saat ini dalam kondisi kurang baik. Menurutnya, hal tersebut membuat usulan pembentukan daerah istimewa menjadi semakin tidak relevan.

Dari segi politik, kata dia, motivasi usulan keistimewaan kerap berkaitan dengan potensi keuntungan finansial. Ia mencontohkan daerah seperti Yogyakarta yang menerima Dana Keistimewaan dan Papua dengan Dana Otonomi Khusus.

“Kami melihat, mungkin, salah satu yang menjadi motivasi untuk mendapatkan pengakuan kekhususan ini bicara soal politik anggarannya,” katanya.

Ia juga menambahkan, dalam praktik pemekaran daerah selama ini, nuansa politik cenderung lebih kuat dibandingkan dengan tujuan besar pemekaran yang ideal.

Selain itu, Herman mengingatkan bahwa basis usulan keistimewaan, seperti budaya, adat, dan kultur, harus dipertimbangkan secara hati-hati.

Oleh karena itu, ia mengimbau pemerintah untuk mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil keputusan terkait usulan pembentukan Daerah Istimewa Surakarta.

“Saya membayangkan ketika itu nanti digoalkan daerah-daerah lain yang juga punya keunikan budaya masing-masing juga menuntut hal yang sama,” ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima menyinggung Kota Surakarta atau Solo menjadi salah satu dari enam daerah di Indonesia yang diusulkan untuk menjadi daerah istimewa.

“Seperti daerah saya yang Solo, minta pemekaran dari Jawa Tengah dan diminta dibikin Daerah Istimewa Surakarta,” kata Aria Bima di Senayan, Kamis, 24/4.

Dia menyebut, usulan tersebut muncul karena Kota Surakarta memiliki kekhususan secara historis hingga kebudayaan. Adapun kekhususan yang dimaksud ialah adanya perlawanan terhadap zaman penjajahan.

Namun, dia memandang usulan Surakarta menjadi Daerah Istimewa Surakarta tidak memiliki relevansi dan urgensi untuk saat ini.

Selain Daerah Istmewa Surakata, dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II dengan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, terdapat 42 usulan pembentukan provinsi hingga 6 wilayah untuk dijadikan daerah istimewa.*

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait