Ahmad Doli Sebut Usulan Solo Jadi Daerah Istimewa Harus Hati-Hati

Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung, di Senayan, Jakarta, Jumat, 25/4/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung, di Senayan, Jakarta, Jumat, 25/4/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menanggapi usulan menjadikan Kota Solo sebagai daerah istimewa harus dengan penuh kehati-hatian. Menurutnya, wacana tersebut perlu ditinjau secara serius karena dapat memicu tuntutan serupa dari daerah lain di Indonesia.

“Baru kemarin kami mendengar dari Dirjen Otonomi Daerah, Pak Akmal, bahwa ada enam daerah yang mengusulkan perubahan nama menjadi daerah istimewa, salah satunya Solo. Saya sendiri skeptis dan berpandangan harus sangat hati-hati,” katanya kepada media, di Senayan, Jakarta, Jumat, 25/4/2025.

Bacaan Lainnya

Doli menjelaskan, dalam konstitusi Indonesia hanya dikenal beberapa kategori khusus untuk daerah, yaitu Daerah Khusus Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, serta Daerah Otonomi Khusus seperti Papua dan Aceh. Ia menekankan bahwa selama ini tidak pernah ada istilah ‘daerah istimewa’ yang diberikan kepada kabupaten atau kota.

Menurutnya, status keistimewaan yang diberikan kepada Yogyakarta dan sebelumnya Aceh memiliki landasan sejarah yang kuat, seperti peran Kesultanan Yogyakarta dalam perjuangan kemerdekaan serta sumbangan masyarakat Aceh untuk pembelian pesawat pertama Indonesia, Seulawah.

“Kalau Solo mengusulkan jadi daerah istimewa, harus dijelaskan dulu statusnya. Apakah ingin menjadi provinsi? Karena kalau tetap dalam status kota, tidak dikenal istilah daerah istimewa untuk kota,” jelasnya.

Ahmad Doli juga mengungkapkan bahwa sebelumnya terdapat 329 calon daerah otonomi baru (DOB) yang teregistrasi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan kini jumlahnya bertambah menjadi 341. Ia mengingatkan bahwa meskipun perubahan nama atau status daerah bisa dilakukan melalui perubahan undang-undang, langkah tersebut tidak bisa diambil secara gegabah.

“Pemerintah, khususnya Kementerian Dalam Negeri, harus mempertimbangkan dengan sangat matang. Jangan sampai kebijakan ini membuka kotak pandora yang memicu tuntutan dari daerah lain dengan alasan budaya, sejarah, atau tokoh lokal,” tegasnya.

Doli juga mempertanyakan urgensi dari perubahan status ini.

“Apakah tanpa status istimewa daerah tidak bisa maju? Atau dengan status istimewa pasti lebih maju? Belum tentu. Maka dari itu, semua ini harus dikaji secara komprehensif dan tidak emosional,” pungkasnya.*

Laporan Novia Suhari

Pos terkait