AS Soroti Kebijakan Penggunaan QRIS dan GPN

Ilustrasi Pembayaran QRIS | Ist
Ilustrasi Pembayaran QRIS | Ist

FORUM KEADILAN – Kantor Perwakilan dagang Amerika Serikat (AS) atau United States Trade Representative (USTR), menyoroti mengenai penggunaan Quick Response Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).

Airlangga menjelaskan, pemerintah sudah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait masukan dari AS.

Bacaan Lainnya

“Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan Bank Indonesia, terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika,” ujar Airlangga Hartarto dalam konferensi, pada Sabtu, 19/4/2025.

Diketahui sebelumnya, dalam dokumen National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang diterbitkan pada 31 Maret 2025, USTR mencatat sejumlah hambatan tarif maupun nontarif yang dihadapi oleh negara tersebut dengan para mitra dagang, termasuk Indonesia.

Salah satu yang dipersoalkan oleh USTR adalah terkait jasa keuangan, yaitu penggunaan QRIS. Berdasarkan laporan tersebut menyebutkan, perusahaan AS, termasuk bank dan penyedia jasa pembayaran merasa tidak dilibatkan ketika Bank Indonesia (BI) membuat kebijakan mengenai QRIS.

“Stakeholder internasional tidak diberitahu potensi perubahan akibat kebijakan ini dan tidak diberi kesempatan untuk memberi pandangan terhadap sistem tersebut,” tulis USTR.

AS juga menyinggung keberadaan GPN yang mewajibkan semua transaksi ritel domestik untuk kartu debit dan kredit diproses melalui institusi switching GPN yang berlokasi di Indonesia dan mempunyai izin dari BI.

AS menyoroti Peraturan BI No.19/08/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang menetapkan batas kepemilikan asing sebesar 20 persen untuk perusahaan yang ingin memperoleh izin switching agar dapat berpartisipasi dalam GPN, hingga melarang penyediaan jasa pembayaran elektronik lintas negara untuk transaksi domestik ritel kartu debit dan kredit.

Aturan lainnya yang juga disorot adalah Peraturan BI No. 19/10/PADG/2017 yang mengharuskan perusahaan asing untuk dapat menjalin perjanjian kemitraan dengan penyedia switching GPN yang berizin di Indonesia untuk dapat memproses transaksi ritel domestik melalui GPN.

Poin yang disebut oleh AS sebagai penghambat merupakan peran BI untuk menyetujui perjanjian tersebut, dan persetujuan hanya akan diberikan bila mitra asing mendukung pengembangan industri domestik, termasuk melalui alih teknologi.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan dua poin tersebut menjadi bahan negosiasinya dengan AS. Dirinya mengaku telah berkoordinasi dengan pihak terkait.

“Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan Bank Indonesia, terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika,” kata Airlangga dalam konferensi pers negosiasi Indonesia dengan AS, Jumat, 19/4/2025.

Indonesia juga akan memberi paket ekonomi yang dinegosiasikan kepada pemerintah AS. Paket tersebut meliputi perizinan impor yang berkaitan dengan Angka Pengenal Importir melalui Sistem Online Single Submission (API OSS) dan insentif perpajakan dan kepabeanan, hingga kuota impor dan layanan keuangan*

Pos terkait