Selasa, 17 Juni 2025
Menu

Komisi III Minta Masyarakat Berikan Masukan RUU KUHAP

Redaksi
Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 13/6/2024. | M.Hafid/Forum Keadilan
Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 13/6/2024. | M.Hafid/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman meminta masukan masyarakat terkait penyusunan RUU KUHAP. Ia mengatakan, DPR ingin revisi tersebut bisa benar-benar jadi produk hukum yang bisa memfasilitasi proses penegakan hukum yang berkeadilan.

“Kami minta masukan dari masyarakat dan draft RUU KUHAP bisa diunduh di situs DPR RI atau dimintakan ke Sekretariat Komisi III DPR RI. Segala bentuk masukan bisa disampaikan langsung melalui Sekretariat Komisi III DPR RI,” ujar politisi Partai Gerindra ini dalam keterangannya, Kamis, 17/4/2025.

Habiburokhman menjelaskan, ada urgensi untuk mengganti KUHAP yang berlaku saat ini. Kata dia, KUHAP perlu disesuaikan dengan KUHP baru yang akan berlaku Januari 2026. Untuk itu banyak hal yang perlu diperbaiki dalam KUHAP.

Keluhan terbesar dari KUHAP yang berlaku saat ini adalah soal minimnya perlindungan hak tersangka dan minimnya peran advokat. Akibatnya banyak terjadi penahanan sewenang-wenang bahkan penyiksaan dalam penahanan.

“RUU KUHAP yang baru akan memperkuat  dan mengakomodir perlindungan terhadap hak tersangka khususnya dalam BAB VI tentang Tersangka dan Terdakwa,” katanya.

Menurutnya, meskipun telah diatur, dalam beberapa kasus seringkali tersangka mendapat intimidasi dan perlakuan yang tidak sesuai oleh oknum-oknum tertentu sehingga membuat mereka memberikan keterangan dengan tidak bebas atau dengan paksaan.

“Jika saat ini hak- hak tersangka sangat minim diakomodir dalam KUHAP, maka RUU KUHAP melalui Pasal 134 mengatur lebih terperinci menjadi 17 jenis hak,” katanya.

Dia menuturkan, diaturnya hak-hak bagi tersangka secara lebih komprehensif dan mendetail.  Adapun beberapa bentuk hak-hak baru yang diatur seperti mendapat pendampingan advokat sejak awal pemeriksaan, hak mengakses berkas pemeriksaan, dan hak mengajukan mekanisme keadilan restoratif.

Selain itu, KUHAP baru juga mengatur advokat dengan nomenklatur penasihat hukum.

“Pengaturan mengenai advokat dalam KUHAP memang cenderung terbatas hanya pada kewenangan pendampingan tersangka, mengakses berkas, dan menghadiri sidang, sehingga menjadikan advokat cenderung pasif dalam melaksanakan tugas profesinya yang seharusnya setara dengan aparat penegak hukum lainnya. Sementara itu, RUU KUHAP secara khusus menempatkan advokat sebagai salah satu penegak hukum yang peranannya sangat diatur lebih komprehensif,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan bahwa selama ini dalam KUHAP belum mengatur secara jelas tentang parameter seorang dapat ditetapkan menjadi tersangka.

Dalam KUHAP hanya mengatur secara umum tentang seorang tersangka yang karena perbuatannya berdasarkan bukti permulaan yang cukup patut diduga sebagai pelaku. Namun, belum diaturnya tentang bukti permulaan yang dimaksud  sehingga Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan No. 21/PUU-XII/2014 menafsirkan bukti permulaan sebagai minimal 2 alat bukti.

“Ketiadaan syarat dan parameter yang jelas tentang penetapan tersangka ini menjadikan implementasinya dinilai multi interpretasi. Maka  RUU KUHAP mengakomodir parameter yang jelas tentang penetapan seorang menjadi tersangka sebagaimana diatur dalam Pasal 85 dan Pasal 86,” imbuhnya.

Ia menjelaskan bahwa beberapa pengaturan baru mengenai syarat penetapan tersangka harus memenuhi minimal 2 alat bukti, larangan mengumumkan penetapan tersangka ke publik atau mengenakan atribut bersalah (kecuali kasus keamanan negara), dan pengaturan tentang kewajiban memberitahukan penetapan ke tersangka dalam waktu 1 hari.

Selain itu, Pasal 22 ayat 2 mengatur ketentuan baru tentang dimungkinkannya peralihan status tersangka menjadi saksi mahkota untuk mengungkap keterlibatan pelaku lain.

“RUU KUHAP ini menekankan pada asas praduga tak bersalah dan melindungi reputasi seorang ketika dirinya ditetapkan menjadi tersangka,” tuturnya.

Kemudian di KUHAP baru nantinya juga akan diatur tentang syarat seorang dapat ditahan.

“Syarat subjektif tentang kekhawatiran akan melarikan diri  seringkali berpotensi disalahgunakan. Hal ini karena belum adanya parameter yang jelas tentang penerapan syarat tersebut kecuali atas dasar penilaian sendiri dari penegak hukum, yang pada akhirnya mengancam hak seorang yang diduga melakukan tindak pidana. RUU KUHAP yang baru mengatur parameter yang jelas mengenai syarat penahanan secara detail yang dapat meminimalisir adanya kesewenang-wenangan oknum aparat penegak hukum,” ungkapnya.

Selain itu, RUU KUHAP yang baru juga akan memberi perlindungan pada  kelompok rentan dan mengakomodir prosedur penyelesaian perkara dengan keadilan restoratif.*