Wamenham Terima Aduan Eks Pekerja Oriental Circus, Ada yang Dirantai hingga Disetrum saat Hamil

Kemenham menerima audiensi dari perwakilan mantan pekerja Oriental Circus Indonesia (OCI) di Kantor Kementrian HAM, Jakarta Pusat, Selasa, 15/4/2025 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Kemenham menerima audiensi dari perwakilan mantan pekerja Oriental Circus Indonesia (OCI) di Kantor Kementrian HAM, Jakarta Pusat, Selasa, 15/4/2025 | Muhammad Reza/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (Wamenham) Mugiyanto Sipin menerima audiensi dari perwakilan mantan pekerja Oriental Circus Indonesia (OCI) di Kantor Kementrian HAM, Jakarta Pusat, Selasa, 15/4/2025.

Dalam pertemuan tersebut, para eks pekerja menyampaikan kesaksian pilu terkait dugaan pelanggaran HAM yang mereka alami selama puluhan tahun bekerja di OCI maupun Taman Safari Indonesia (TSI).

Bacaan Lainnya

Mereka mengaku mengalami berbagai perlakuan tidak manusiawi sejak masih anak-anak hingga dewasa. Dalam kesaksiannya, para korban mengungkap bahwa mereka diperlakukan seperti binatang peliharaan, disiksa, disetrum, bahkan dirantai hingga mengalami kesulitan untuk buang air.

Salah satu korban bernama Butet menyampaikan pengalaman pahit yang ia alami saat berusia sekitar 17 tahun.

“Saya sampai dirantai kaki saya. Pada saat itu saya sudah umur 17 tahunan. Dirantai sampai saya buang air saja kesulitan. Saya dirantai pakai rantai gajah yang besar itu. Itu sekitar 2 bulan. Itu saya dalam keadaan hamil,” tutur Butet di hadapan Wamenham.

Sementara itu, Wamenham Mugiyanto mengaku telah mengikuti pemberitaan soal kasus ini yang sempat viral di media sosial itu.

“Kami tadi menegaskan permintaan maaf kepada mereka karena kami harus meminta mereka menyampaikan testimoni. Dan testimoni tentang hal-hal yang bersifat traumatik, yang menyakitkan, yang pahit, itu kan tidak mudah. Tapi kami membutuhkan itu,” kata Mugiyanto.

Menurutnya, testimoni langsung dari korban sangat penting untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi di Oriental Circus. Ia juga mencatat kemungkinan terjadinya berbagai tindak pidana dalam kasus ini.

“Ada kemungkinan banyak sekali tindak pidana yang terjadi di sana. Banyak kekerasannya. Ada aspek-aspek yang penting juga yang mungkin orang tidak pikirkan, itu soal identitas mereka,” ucapnya.

Mugiyanto juga menyoroti pentingnya pemulihan identitas para korban yang sejak kecil kehilangan hak-hak dasarnya. Ia menegaskan bahwa langkah-langkah konkret akan diambil agar kasus serupa tidak terulang, mengingat ada kemungkinan praktik semacam itu masih berlangsung hingga kini.

Pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Komnas HAM serta mengupayakan konfirmasi dari pihak-pihak yang diduga menjadi pelaku kekerasan.

Meski kasus ini terjadi sejak era 1970-an hingga 1980-an, saat Indonesia belum memiliki payung hukum HAM yang memadai, Mugiyanto memastikan bahwa proses hukum tetap bisa ditempuh.

“Tantangannya, karena ini peristiwa lama. Pada masa itu kita belum memiliki undang-undang tentang HAM. Undang-Undang (UU) Nomor 39 tahun 1999 baru keluar tahun itu. Undang-Undang tentang pengadilan HAM juga baru tahun 2000. Tapi bukan berarti tindak pidana yang terjadi itu tidak bisa dihukum,” tegasnya.*

Laporan Muhammad Reza

Pos terkait