Viral Seruan Tarik Simpanan dari Bank BUMN, Ekonom: Masyarakat Khawatir Ancaman Danantara

FORUM KEADILAN – Ekonom Center of Reform on Economic atau CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menanggapi seruan masyarakat untuk menarik dana dari Bank BUMN.
Menurutnya, seruan itu muncul karena masyarakat khawatir Danantara sebagai lembaga baru yang mengelola investasi aset negara dapat menyalahgunakan dana atau gagal dalam operasinya, sehingga mengancam simpanan mereka.
“Kekhawatiran ini diperparah oleh kurangnya komunikasi yang jelas dari pemerintah mengenai fungsi dan tata kelola. Selain itu, perbandingan dengan skandal 1MDB di Malaysia, yang melibatkan korupsi dan kerugian finansial besar. Jadi, masyarakat semakin skeptis,” katanya kepada Forum Keadilan, Minggu, 23/2/2015.
Menurutnya, penting untuk memahami bahwa Danantara tidak secara langsung menangani simpanan nasabah di Bank BUMN. Danantara justru berfokus pada pengelolaan aset negara, seperti dividen dari perusahaan BUMN, bukan dana simpanan individu.
“Oleh karena itu, secara teknis, simpanan nasabah tidak berada dalam risiko langsung akibat aktivitas Danantara,” ujarnya.
Meskipun demikian, Rendy menegaskan kekhawatiran masyarakat tidak boleh diabaikan begitu saja. Ketidakpastian ini mencerminkan kurangnya transparansi dalam operasional Danantara dan mekanisme pengawasannya.
“Laporan menyebutkan bahwa Danantara mungkin tidak tunduk pada audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menimbulkan tanda tanya besar,” ucapnya.
Dalam konteks ekonomi, transparansi dan akuntabilitas adalah pilar utama untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi keuangan.
“Jika Danantara tidak memiliki pengawasan yang memadai, risiko penyalahgunaan dana atau korupsi dapat meningkat, meskipun dampaknya tidak langsung pada simpanan nasabah,” katanya.
Dari perspektif teoritis, seruan untuk menarik dana secara massal dari Bank BUMN dapat memicu risiko serius, yaitu bank run. Bank run terjadi ketika nasabah kehilangan kepercayaan dan menarik simpanan mereka secara serentak, yang dapat menyebabkan krisis likuiditas bagi bank.
“Jika bank tidak mampu memenuhi permintaan penarikan dana, kepercayaan publik akan semakin merosot, menciptakan lingkaran setan yang memperparah situasi. Dalam skenario terburuk, bank run dapat mengganggu kemampuan bank untuk memberikan pinjaman, yang berujung pada credit crunch,” sambungnya.
Hal tersebut, kata Rendy, dampaknya akan sangat terasa pada usaha kecil dan menengah (UMKM) yang bergantung pada pembiayaan bank, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Akan tetapi hingga saat ini, belum ada laporan yang menunjukkan aktivitas penarikan dana yang tidak biasa dari Bank BUMN. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat, meskipun khawatir, belum sepenuhnya panik. Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yang menjamin simpanan nasabah hingga batas tertentu, juga memberikan jaring pengaman yang dapat mencegah bank run skala besar.
Selain itu, ia menekankan, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sekarang berbeda dengan kondisi ketika krisis moneter tahun 1997-1998 lalu. Karena, latar belakangnya berbeda seperti, kondisi ekonomi dan politik secara umum yang saat ini relatif lebih stabil.
“Di sisi lain, saat ini LPS juga ditugaskan menjadi lembaga yg menjamin agar kondisi seperti krisis 98 tidak terulang kembali,” pungkasnya. *
Laporan Novia Suhari