Periksa 70 Saksi, Kejagung sebut Penggeledahan Ditjen ESDM terkait Kasus Tata Kelola Minyak Mentah

FORUM KEADILAN – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut bahwa penggeledahan di Gedung Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait dengan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar menyebut bahwa pihaknya telah memeriksa 70 saksi dalam dugaan kasus korupsi tersebut.
“Penggeledahan ini dilakukan terkait dengan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023,” kata Harli di Gedung Kejagung, Senin, 10/2/2025.
Ia mengatakan bahwa penggeledahan masih dilakukan dalam rangka proses penyidikan untuk mengumpulkan barang bukti.
Lebih lanjut, Harli mengatakan bahwa penyidik menggeledah tiga ruangan di Gedung Ditjen ESDM, di antaranya ialah ruangan Direktur Pembinaan Usaha Hulu Ditjen Migas, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Ditjen Migas, dan Sekretaris Ditjen Migas.
Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menemukan beberapa barang bukti berupa lima kardus berisi dokumen dan barang bukti elektronik berupa ponsel sejumlah 15 unit dan satu unit laptop juga empat soft file.
“Setelah barang-barang tersebut ditemukan, dikumpulkan, maka oleh penyidik juga pada saat yang sama dilakukan penyitaan,” ucapnya.
Harli menjelaskan bahwa awal mula kasus ini terjadi ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur terkait prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan di Indonesia.
“Dengan tujuan PT Pertamina diwajibkan untuk mencari minyak yang diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata Halri.
Dirinya mengatakan bahwa minyak kontrak dari KKKS swasta harus ditawarkan lebih dulu ke Pertamina. Jika Pertamina menolaknya, maka hal tersebut dapat digunakan dalam rangka rekomendasi ekspor.
Namun, Harli mengatakan bahwa anak perusahaan Pertamina, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) diduga menghindari kesepakatan tersebut.
“Dalam pelaksanaannya, KKKS swasta dan Pertamina, dalam hal ini ISC dan/atau PT KPI, berusaha untuk menghindari kesepakatan pada waktu penawaran yang dilakukan dengan berbagai cara,” ucapnya.
Sebagai informasi, pada periode kasus tersebut juga terjadi Minyak Mentah dan Kondensat Bagian Negara (MMKBN) yang diekspor karena pengurangan kapasitas intake produksi kilang karena pandemi Covid-19. Namun, PT Pertamina justru mengimpor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang.
“Perbuatan menjual MMKBN tersebut mengakibatkan minyak mentah yang dapat diolah, dikilang, harus digantikan dengan minyak mentah impor. Yang merupakan kebiasaan PT Pertamina yang tidak dapat lepas dari impor minyak mentah,” katanya.*
Laporan Syahrul Baihaqi