Kamis, 19 Juni 2025
Menu

Menteri HAM Bakal Terapkan Sanksi Korporasi Mulai 2026

Redaksi
Menteri HAM Natalius Pigai, bersama dengan jajaran PBNU, di Kantor pusat PBNU, Jakarta Pusat, Selasa, 14/1/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Menteri HAM Natalius Pigai, bersama dengan jajaran PBNU, di Kantor pusat PBNU, Jakarta Pusat, Selasa, 14/1/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengungkapkan rencana penerapan sanksi kepada korporasi yang melanggar prinsip bisnis dan HAM akan dimulai pada 2026. Penerapan sanksi ini, kata Pigai, tidak memungkinkan untuk dilakukan pada tahun 2025 ini karena masih dalam tahap persiapan.

“Korporasi yang akan menjadi subjek sanksi adalah perusahaan nasional maupun internasional yang berstandar internasional. Sementara itu, usaha kelas menengah ke bawah tidak termasuk dalam cakupan ini, sesuai amanat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan peraturan yang berlaku,” katanya, di Kantor Pusat PBNU, Jakarta Pusat, Selasa, 14/1/2025.

Menurutnya, saat ini pemerintah tengah mempersiapkan langkah-langkah strategis dan regulasi pendukung. Salah satunya adalah peraturan presiden yang dijadwalkan akan diterbitkan pada September mendatang.

“Kita tidak hanya berhenti pada strategi nasional (stranas) bisnis dan HAM, tetapi akan melangkah ke aksi nyata, yaitu melalui pemantauan dan audit. Fokus kami saat ini adalah mempersiapkan aksi tersebut,” ujarnya.

Selain itu, Pigai menjelaskan, penerapan sanksi korporasi akan mengacu pada tiga prinsip internasional.

Pertama, perlindungan oleh pemerintah (protection), artinya pemerintah bertanggung jawab memberikan perlindungan kepada masyarakat dari pelanggaran HAM oleh korporasi.

“Kedua, penghormatan oleh perusahaan (respect). Perusahaan diwajibkan mengelola usahanya sesuai prinsip-prinsip HAM,” ucapnya.

Ketiga, pemulihan (remedy), artinya jika terjadi pelanggaran seperti kasus Minamata, Fukushima, atau Sernobyl yang berdampak pada ekosistem dan manusia, perusahaan wajib memberikan remediasi, restitusi, atau kompensasi kepada korban.

Masih dalam konteks yang sama, Menteri HAM juga menyoroti kepatuhan perusahaan terhadap aturan ketenagakerjaan yang mengharuskan setiap perusahaan mempekerjakan satu penyandang disabilitas untuk setiap 100 pekerja normal.

“Saat ini, perusahaan melaporkan data tenaga kerja melalui platform Prisma secara daring. Namun, mulai tahun depan, kami akan melakukan verifikasi langsung ke lapangan,” katanya.

Namun, apabila ditemukan perusahaan yang tidak mempekerjakan pekerja disabilitas sesuai aturan, nilai kepatuhan perusahaan akan dikurangi.

“Dan nilainya akan kurang di tahun itu. Tapi itu (akan diterapkan) 2026 ke atas ya,” pungkasnya.*

Laporan Novia Suhari