CSIS: Pidato Menlu Hanya Retorika, Diplomasi Prabowo Gimik

FORUM KEADILAN – Ketua Departemen Hubungan Internasional Center for Strategic and International Studies (CSIS) Lina Alexandra menilai, siaran pers Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono belum menyentuh hal-hal substantif dan lebih banyak bersifat retorika belaka.
Kritik tersebut muncul di tengah evaluasi jelang 100 hari pertama kebijakan luar negeri pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto.
“Pidato itu masih sebatas retorika. Diplomasi kita saat ini terlihat lebih sebagai gimik, bukan diplomasi substantif. Kita belum bisa melihat dengan jelas bagaimana pemerintah menginterpretasikan kebijakan luar negerinya, terutama terkait prinsip bebas dan aktif,” ujar Lina dalam diskusi bertajuk ‘Merespons Pernyataan Tahunan Menteri Luar Negeri 2025 dan Jelang 100 Hari Diplomasi Prabowo’, di Gedung CSIS, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin, 13/1/2025.
Menurut Lina, prinsip bebas aktif yang menjadi landasan kebijakan luar negeri Indonesia seharusnya tidak dijadikan tujuan, tetapi lebih sebagai pedoman untuk mencapai kepentingan nasional.
“Prinsip itu penting, tetapi tujuan utama tetaplah kepentingan nasional yang perlu didefinisikan secara jelas dan disepakati oleh para pemangku kebijakan,” tambahnya.
Lina menekankan bahwa kebijakan luar negeri tidak bisa hanya bergantung pada retorika semata. Tetapi, diperlukan juga kemampuan untuk menganalisis dan mengidentifikasi kepentingan nasional di tengah dinamika global.
“Kita harus mampu memahami apa yang terjadi di tingkat regional dan global, serta mengantisipasi risiko yang mungkin berdampak pada kepentingan kita. Kemampuan kalkulasi strategis inilah yang harus ditingkatkan,” tegasnya.
Lina juga menyoroti pentingnya evaluasi terhadap keanggotaan Indonesia di berbagai organisasi internasional, seperti BRICS.
“Pertanyaannya bukan sekadar apakah kita bergabung atau tidak, tetapi apakah ada penjelasan logis yang mendasari keputusan itu. Jika kita bergabung, kita harus memastikan dapat berkontribusi aktif, ikut menentukan agenda, dan merumuskan kebijakan,” jelas Lina.
Ia pun menambahkan, apabila Indonesia hanya menjadi penonton pasif dalam organisasi internasional, hal tersebut perlu dipertanyakan.
“Jangan sampai kita hanya menambah jumlah keanggotaan tanpa memberikan pengaruh nyata di dalamnya,” pungkasnya.*
Laporan Muhammad Reza