FORUM KEADILAN – Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB Lalu Hadrian Irfani merespons penetapan tiga tersangka kasus kematian dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Dia meminta kampus lain berbenah.
Lalu Ari, sapaan akrab Lalu Hadrian Irfani, mengapresiasi langkah polisi yang telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dokter Aulia. Walaupun penetapan tersangka itu cukup lama sejak kematian dr Aulia.
“Kami apresiasi kerja keras polisi dalam mengusut dan menetapkan tiga tersangka dalam kasus bullying yang menyebabkan kematian dokter Aulia,” kata Lalu Ari di Jakarta, Kamis, 26/12/2024.
Ketiga tersangka itu ialah Kepala Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) dokter Taufik Eko Nugroho, Kepala Staf Medis Prodi Anastesi Undip Sri Maryani, dan senior dokter Aulia berinsial ZYA.
Lalu Ari mengatakan, kasus bullying dokter Aulia harus menjadi pelajaran bagi PPDS di perguruan tinggi lainnya. Kasus tersebut betul-betul mencoreng nama baik kampus, terutama pada pendidikan kedokteran.
Legislator asal Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) II itu menegaskan, kampus yang menyelenggarakan PPDS harus berbenah dan membersihkan proses pendidikan dari berbagai praktik yang menyimpang.
“Perguruan tinggi yang menyelenggarakan PPDS harus melakukan perbaikan. Jangan ada lagi bullying, jangan ada lagi pemerasan, dan jangan ada praktik-praktik menyimpang lainnya. Setop,” tegas Lalu Ari.
Dia menegaskan, kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pelaksanaan PPDS harus menjadi pelajaran. Hasil kajian KPK mengungkapkan kebobrokan program pendidikan tersebut.
Misalnya, terkait biaya tambahan mulai Rp1 juta hingga Rp25 juta yang harus dikeluarkan selama PPDS. Biaya itu tidak resmi dan tidak bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya.
Selain biaya tambahan, ada juga pungutan dari peserta PPDS yang digunakan untuk berbagai hal. Misalnya, kebutuhan dosen untuk touring motor atau sepeda.
Temuan KPK mengungkapkan bahwa peserta PPDS biasanya bekerja sama dengan teman seangkatannya untuk memenuhi kebutuhan dosen atau senior mereka. Hal itu jelas memberatkan peserta PPDS.
Peserta PPDS juga diminta menunjukkan saldo rekening saat tahapan wawancara dalam proses seleksi PPDS. Berdasarkan survei KPK, terdapat 58 responden yang mengaku diminta untuk menunjukkan saldo tabungannya.
Sebanyak enam responden di antaranya menunjukkan saldo tabungan dengan nominal lebih dari Rp500 juta, empat responden dengan saldo Rp250-500 juta, 11 responden dengan saldo Rp100-250 juta, dan 19 responden dengan saldo kurang dari Rp100 juta.
“Kampus yang memiliki PPDS harus berbenah. Jangan ada lagi dokter Aulia, dokter Aulia lain yang menjadi korban,” tandas Lalu Ari.*
Laporan Muhammad Reza