Eks Plt Karutan Tetap Terima Pungli Meski Tak Menjabat: Saya Tutup Mata, Telinga

FORUM KEADILAN – Saksi Deden Rochendi mengaku masih menerima setoran uang pungli sebesar Rp10 juta dari para tahanan meski tak lagi menjabat sebagai Plt Karutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Deden merupakan mantan Plt Karutan KPK di Cabang Pomdam Jaya Guntur.
Mendengar pernyataan itu, Deden dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengenai jumlah uang pungli yang diterimanya setiap bulan.
“Kalau saya dari Ridwan (pegawai rutan) pernah Rp10 juta,” kata Deden di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat (Jakpus), Jumat, 15/11/2024.
Deden berdalih tidak tahu kenapa dirinya masih mendapat setoran tersebut. Ia menyebut dirinya menutup mata dan telinga terkait alasan masih menerima setoran tersebut.
“Saya tutup mata tutup telinga,” lanjutnya.
Deden mengklaim bahwa yang bisa menentukan seseorang masih bisa mendapat setoran atau tidak dari tahanan ialah petugas Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) serta petugas yang bertindak sebagai korting atau pengumpul setoran.
“Ya nggak tahu, yang jelas saya terima. Kalau masalah itu gini Pak, setahu saya, yang berhak atau yang tidak dicolek atau yang dicolek itu Kamtib dan Korting,” jelas Deden.
Tak berhenti di situ, Jaksa kemudian menanyakan alasan Hengki, mantan petugas rutan lainnya, yang masih memberikan setoran pungli kepadanya. Pada saat itu, Hengki menjabat sebagai Kamtib tahun 2018-2022.
Seperti diketahui, sebanyak 15 mantan pegawai KPK didakwa melakukan pungli. Praktik pungli terhadap para narapidana di Rutan KPK itu disebut-sebut mencapai Rp6,3 miliar.
Perbuatan itu dilakukan pada Mei 2019 hingga Mei 2023 terhadap para narapidana di lingkungan Rutan KPK. Perbuatan itu bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU), peraturan KPK, hingga peraturan Dewas KPK.
Atas perbuatan 15 eks pegawai KPK yang telah memperkaya dan menguntungkan diri sendiri dan orang lain itu, Jaksa meyakini mereka melanggar Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.*
Laporan Merinda Faradianti