FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menindaklanjuti laporan dugaan korupsi pemotongan honor hakim agung yang diajukan oleh Indonesia Police Watch (IPW) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).
Laporan ini mencakup dugaan pemotongan honor sebesar Rp97 miliar pada Mahkamah Agung (MA) untuk anggaran tahun 2022-2024.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan laporan tersebut masih dalam proses telaah di Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM) dan belum masuk tahap penyidikan.
“Sampai saat ini laporan dari IPW dan TPDI tersebut masih dalam proses telaah di Direktorat PLPM (Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat), belum ada di kami, karena belum masuk penyidikan. Jadi, belum bisa diinformasikan, tunggu saja,” ujar Asep dalam keterangan tertulis, Jumat, 11/10/2024.
Sementara itu, Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie meminta agar pemilihan Ketua MA pada 17 Oktober mendatang menghasilkan sosok yang bersih dan berintegritas.
Menurut Jerry, para hakim agung harus berhati-hati dalam memilih calon yang tidak terlibat dalam dugaan korupsi.
“Kandidat Ketua MA yang menyandang beban, distrust sosial khususnya, dari para pencari keadilan dapat membuat MA semakin terpuruk. Apalagi calon yang menyandang potential suspect sebagai tersangka, lantaran dapat merugikan Mahkamah Agung itu sendiri,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
“Demi kepentingan Mahkamah Agung, Sunarto yang dinilai bermasalah lebih baik tidak mencalonkan diri. Sikap Presiden terpilih Prabowo Subianto sudah jelas ingin pengadilan kita bersih. Tidak ingin ada hakim yang mudah disogok. Untuk itu, kehidupan hakim di Indonesia harus disejahterakan yang selama ini diabaikan oleh pimpinan MA termasuk Sunarto,” sambungnya.
Laporan IPW dan TPDI menyebutkan bahwa Wakil Ketua MA Sunarto dan sejumlah oknum pimpinan MA diduga terlibat dalam pemotongan honor tersebut.
Mereka dilaporkan melanggar Pasal 12 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 serta aturan terkait tindak pidana pencucian uang.
IPW juga menyoroti pemotongan honor hakim agung sebesar 25,95 persen yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menegaskan bahwa pemotongan ini dikonfirmasi oleh juru bicara MA dan dinilai tidak transparan. Beberapa hakim agung yang menolak pemotongan tersebut diduga mengalami tekanan untuk menandatangani persetujuan.
Laporan tahunan MA 2023 mencatat bahwa jumlah perkara yang diputuskan mencapai 27.365 kasus. Pemotongan honor atas setiap kasus ini diperkirakan mencapai miliaran rupiah, dan diduga sebagian besar dana tersebut dinikmati oleh oknum pimpinan MA.
“Pada pertengahan tahun 2023 beberapa hakim agung yang menolak diduga mengalami pemanggilan untuk menghadap Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Sunarto. Selanjutnya diduga atas intervensi oknum pimpinan Mahkamah Agung RI, para hakim agung diminta untuk membuat surat pernyataan yang diketahui masing-masing Ketua Kamar, yang ditandatangani di atas materai, yang pada pokoknya menyatakan bersedia dilakukan pemotongan dana HPP sebesar 40 persen dengan rincian 29 persen ‘tim pendukung teknis yudisial’, sisanya dibagikan kepada supervisor dan tim pendukung administrasi yudisial,” ungkap Sugeng.
“Sehingga, yang seharusnya menentukan jumlah yang akan diberikan kepada supporting system atau unit adalah hakim agung itu sendiri. Dalam rangka pemberian daan HPP kepada supporting system atau unit, pimpinan Mahkamah Agung seharusnya memperjuangkan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah untuk itu, sebagaimana yang dilakukan Mahkamah Konstitusi,” kata Sugeng lagi.
Sugeng berharap Presiden terpilih Prabowo Subianto akan mendorong KPK untuk menindaklanjuti kasus ini sesuai hukum yang berlaku.
“Saya meyakini Presiden terpilih Prabowo Subianto akan mendorong KPK agar memproses dugaan korupsi pemotongan honor hakim agung, sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jadi, cukup alasan apabila saya meminta agar para Hakim Agung berhati-hati dalam memilih calon Ketua MA,” tandas Sugeng.*
Laporan Ari Kurniansyah