Jumat, 18 Juli 2025
Menu

KY Proses Laporan Pelanggaran Kode Etik Hakim MA pada Perkara Usia Kepala Daerah

Redaksi
Direktur Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi Abdul Hakim (kanan) usai diperiksa Komisi Yudisial terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik Hakim Agung dalam perkara syarat usia minimal kepala daerah, Jakarta, Kamis, 18/7/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Direktur Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi Abdul Hakim (kanan) usai diperiksa Komisi Yudisial terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik Hakim Agung dalam perkara syarat usia minimal kepala daerah, Jakarta, Kamis, 18/7/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILANKomisi Yudisial (KY) memproses laporan atas dugaan pelanggaran kode etik Hakim Agung dalam memutuskan perkara persyaratan usia minimal calon kepala daerah. Pelapor meminta KY agar proaktif dalam menginvestigasi kasus ini.

Laporan tersebut diajukan oleh Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi (Gradasi) pada 3 Juni 2024. Dirinya melaporkan tiga hakim yang memutus perkara, yaitu Hakim Agung Yulius, Hakim Agung Cerah Bangun, dan Hakim Agung Yodi Martono Wahyunadi.

Berdasarkan surat panggilan resmi KY dengan nomor 1704/PIM/LM.04.01/07/2024, pemeriksaan dijadwalkan digelar pada Kamis, 18/7/2024. Pemeriksaan bersifat rahasia dan dilakukan secara tertutup.

Direktur Gradasi Abdul Hakim mengatakan bahwa dirinya dimintai keterangan atas laporan yang ia ajukan pada 3 Juni lalu. Dirinya diperiksa oleh tiga orang yang ditugaskan oleh KY.

Dalam pemeriksaan tersebut, Abdul menyampaikan dua aspek yang mendasari laporan dugaan pelanggaran kode etik Hakim Agung, yaitu aspek prosedural dan materiil. Secara prosedural, kata dia, putusan MA Nomor 23P/HUM/2024 dinilai terlalu cepat dan tidak biasa.

Apalagi, MA hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk membuat putusan. Abdul membandingkan jika pihaknya yang melakukan pengujian peraturan di bawah Undang-Undang membutuhkan waktu hingga 6 bulan.

Abdul menduga bahwa ada pihak yang diuntungkan dari putusan MA yang problematik. Ia juga menduga adanya intervensi kepada hakim-hakim terlapor.

“Kedua, bagi kami karena ini adalah momen pilkada dan ada yang diuntungkan dari putusan ini sangat mungkin ada indikasi bahwa putusan ini diduga diintervensi,” kata Hakim saat ditemui usai pemeriksaan di Gedung KY, Jakarta, Kamis, 18/7.

Sebelumnya, perkara mengenai syarat usia calon kepala daerah itu telah diputus dalam Putusan MA 23 P/HUM/2024. MA memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mencabut Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

MA juga memberikan tafsir lain pada Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU 9/2020 di mana penetapan usia calon kepala daerah terhitung sejak pelantikan calon terpilih, bukan sejak penetapan pasangan calon.

MA Tidak Bisa Tambah Norma Baru

Abdul menyebut bahwa secara substansi putusan yang dibuat MA sangat lucu. Apalagi Undang-Undang Pilkada dan PKPU tidak memiliki pertentangan. Ia menyatakan bahwa putusan MA membuat aturan tersebut semakin kabur.

Abdul menilai, hukum ketatanegaraan menjadi amburadul ketika penetapan pasangan calon baru dihitung sejak paslon terpilih dilantik menjadi kepala daerah.

“Putusan MA seharusnya membatalkan, bukan membuat norma baru,” katanya.

Dalam laporan kali ini, Abdul membawa beberapa barang bukti, yaitu dua dokumen putusan yang berbeda. Dokumen pertama merupakan putusan tanpa ada dissenting opinion, sedangkan dokumen kedua menunjukan terdapat 1 hakim agung yang memberikan pendapat berbeda.

Abdul mempertanyakan adanya dua dokumen putusan yang berbeda dan meminta KY agar dokumen tersebut bisa dijelaskan kepada masyarakat

Selain itu, Abdul juga melampirkan hasil screenshot pernyataan ahli di media-media yang menyatakan bahwa putusan tersebut cenderung politis dan pragmatis dan juga MA telah melampaui kewenangannya.

Abdul lantas meminta agar KY melakukan pengawasan secara proaktif karena mencurigai adanya proses-proses yang tidak lazim dalam putusan MA.

“Kami minta ke KY untuk proaktif untuk menginvestigasi ini, kami curiga dengan adanya proses-proses yang tidak biasa,” katanya.

Di samping itu, Abdul mengungkapkan bahwa selain dirinya yang dipanggil untuk pemeriksaan, terdapat beberapa pelapor yang juga dipanggil KY dalam dugaan kasus pelanggaran kode etik Hakim MA. Menurutnya, setidaknya terdapat tujuh laporan yang masuk dengan kasus serupa.

Sementara itu, Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, lembaganya akan memproses lebih lanjut laporan tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku dengan melakukan pemeriksaan terhadap pelapor.

Setelahnya, Mukti menyebut bahwa KY akan mendalami keterangan dan bukti-bukti yang disampaikan pelapor dengan berfokus pada dugaan pelanggaran kode etik hakim.*

Laporan Syahrul Baihaqi