Kamis, 17 Juli 2025
Menu

Muhammadiyah Jadi Korban Peretasan PDNS: Harus Komunikasi Jujur dan Terbuka

Redaksi
Logo Muhammadiyah | Ist
Logo Muhammadiyah | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILANMuhammadiyah menjadi salah satu korban serangan siber pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang mengakibatkan gangguan layanan hingga tersanderanya data Kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ismail Fahmi mengatakan bahwa lembaganya mempunyai ribuan lembaga pendidikan, mulai tingkat dasar hingga Perguruan Tinggi, dan juga mempunyai ribuan dosen serta guru besar yang datanya tersimpan di PDN.

“Serangan yang terjadi di Pusat Data Nasional ini bukan sekadar insiden biasa, tetapi sudah mengakibatkan jatuhnya sistem digital atau sistem siber Indonesia,” ucap Ismail dalam keterangan yang dibagikan PP Muhammadiyah, Jumat, 28/6/2024.

Ia mengungkapkan dirinya mengaku prihatin atas kejadian. Terutama, pemerintah sejauh ini belum memiliki back up atau cadangan data dari beberapa Kementerian/lembaga yang tersandera, dan masih berupaya untuk melakukan pemulihan.

Ia juga menyoroti kesalahan atau kekurangan pada perencanaan Pemerintah dalam membentuk PDN.

“Semua orang diminta datanya di PDN, tetapi pemerintah tidak memiliki back up data untuk itu, mengapa di perencanaannya tidak memikirkan sistem back up, dan manajemen resiko yang akan terjadi,” jelasnya.

Ismail menyebut Muhammadiyah berharap agar Pemerintah mampu bertanggung jawab atas permasalahan ini dan ingin pemerintah juga segera mengambil langkah-langkah pemulihan.

“Pemerintah dalam mengatasi masalah PDN ini harus berkomunikasi dengan jujur dan terbuka kepada masyarakat. Serta berharap Pemerintah dengan segera menyusun kembali sistem siber yang lebih komprehensif dengan melibatkan expert dari berbagai pihak yang transparan,” tandasnya.

PDNS Diretas

Diketahui, sistem PDN mengalami gangguan hingga membuat layanan keimigrasian di beberapa bandara, termasuk Bandara Soekarno-Hatta, terganggu sejak Kamis, 20/6/2024.

Kemudian, pada Sabtu, 22/6/2024, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani pangerapan sebelumnya membeberkan, beberapa layanan terkait keimigrasian sudah kembali beroperasi. Seperti, layanan paspor dan visa.

Tak Lama, diketahui peretas meminta tebusan sebesar 8 juta dollar AS atau senilai Rp131 miliar ke pengelola data Telkomsigma.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, menyatakan sikap tegasnya terkait serangan siber di Pusat Data Nasional (PDN) sementara.

Dirinya memastikan bahwa pemerintah RI tak akan menuruti permintaan tebusan dari hacker atau peretas siber PDN ini.

“Ditunggu saja. Nanti ini sedang diurus sama tim. Yang jelas, pemerintah tidak akan bayar,” ujar Budi Arie, Senin, 24/6/2024.

Pada Kamis, 27/6/2024 Komisi I memanggil Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk dapat memberikan penjelasan terkait kasus peretasan yang terjadi.

Kemudian, Anggota Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin mengaku prihatin terhadap kinerja Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi dan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen TNI Hinsa Siburian akibat serangan brain chiper ransomware terhadap Pusat Data Nasional (PDN) 2.

Bahkan, TB Hasanuddin mempertanyakan kepada keduanya bahwa serangan ransomware terhadap PDN itu merupakan bentuk kecelakaan atau kebodohan nasional.

“Ini sebetulnya kecelakaan atau kebodohan nasional? Karena apa? Prihatin,” kata TB Hasanuddin dalam rapat Komisi I dengan Kominfo dan BSSN di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 27/6/2024.

TB Hasanuddin juga mengkritik Kominfo dan BSSN yang tidak bekerja maksimal dalam menangani serangan siber. Padahal, lanjut dia, BSSN selalu melaporkan soal adanya serangan siber.

“Kita sudah hampir lima tahun bekerja sama mitra dengan BSSN, dan BSSN selalu melaporkan ada serangan. Tetapi tidak ada tindakan-tindakan yang lebih komprehensif,” ujarnya.

Dalam catatan TB Hasanuddin, selama tahun 2023, BSSN sudah melaporkan sebanyak 1.209.000 serangan yang terjadi.

Namun, kata dia, BSSN hanya melakukan pelaporan tanpa mengupayakan agar serangan siber tidak terjadi lagi.

“Apakah kita hanya akan melaporkan insiden itu? Atau melakukan upaya-upaya insiden itu tidak terjadi,” pungkasnya.*