3 Pegawai Kementerian ESDM Diperiksa Kejagung Terkait Korupsi Timah

Gedung Kementerian ESDM | ist
KPK menggeledah Kantor Ditjen Minerba Kementerian ESDM

FORUM KEADILAN – Kejaksaan Agung (Kejagung) periksa tiga pegawai Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) di kasus tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan terhadap RSK, LS, dan EB sebagai evaluator Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan penambangan timah yang terlibat di kasus tersebut.

Bacaan Lainnya

“Saksi RSK selaku Evaluator RKAB dari PT MCM, PT VIP, PT RBT, PT BTI, PT RNT, dan PT TBU. Saksi LS selaku Evaluator RKAB PT MCM, CV Venus Inti Perkasa. Saksi EB selaku Evaluator RKAB PT MCM dan PT VIP,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Selasa, 7/5/2024.

Ketut menyebut penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus juga memeriksa 3 saksi lainnya pada Senin, 6/5/2024.

Ketiganya adalah EM sebagai pihak swasta, WLY sebagai pihak swasta dan SMN sebagai Manager Marketing Ruko Soho Orchard Boulevard Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

Tetapi, Ketut memberikan rincian lebih jauh hasil dari pemeriksaan yang dilakukan kepada keenam saksi tersebut dan hanya mengatakan pemeriksaan dilakukan dalam rangka melengkapi berkas perkara.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ucapnya.

Kejagung sudah menetapkan total 21 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah yang dimulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.

Kejagung mengatakan nilai kerugian ekologis dalam kasus itu diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo. Nilai kerusakan lingkungan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kerugian ekologis sebesar Rp183,7 Triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 Triliun.

Namun, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian masih belum bersifat final dan menyebut bahwa pada saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh korupsi.*

Pos terkait