Uskup Ruteng Beri 5 Pedoman Pilih Capres-Cawapres: Hindari Pelanggar HAM, Politik Identitas

Ilustrasi memilih di Pemilu
Ilustrasi memilih di Pemilu | ist

FORUM KEADILAN – Menjelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada 14 Februari 2024, Uskup Ruteng di Manggarai, Nusa Tenggara Timur, menyampaikan lima kriteria yang diharapkan dapat menjadi pedoman bagi masyarakat dalam memilih calon pemimpin terbaik untuk memimpin Republik Indonesia.

Uskup Mgr. Siprianus Hormat mengajak masyarakat untuk mencari dan menentukan pemimpin bangsa yang sesuai. Meskipun kriteria tersebut berasal dari ajaran sosial gereja, namun juga dapat dianalisis melalui falsafah negara Pancasila.

Bacaan Lainnya

Berikut kelima kriteria memilih calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) tersebut:

  • Pertama: Cari lah pemimpin yang memiliki kemampuan dan integritas untuk menakhodai bangsa ini menuju kemakmuran, keadilan dan solidaritas sosial bagi seluruh rakyat (Sila Kelima). Prinsip kesejahteraan umum (bonum commune) (GS 26) ini menolak praktik nepotisme, kolusi dan korupsi (KKN). Kapabilitas kepemimpinan dan integritas moral calon pemimpin tersebut mesti ‘teruji dan terpuji’ tidak hanya dalam visi-misi mereka ke depan, tetapi juga ‘terbukti’ dalam rekam jejak kinerjanya di masa lampau.
  • Kedua: Ajaran sosial Gereja menegaskan bahwa pribadi manusia adalah dasar dan tujuan dari semua kehidupan politik (GS 25). Seluruh dinamika kenegaraan bertujuan untuk mengembangkan dan menegakkan martabat dan harkat kemanusiaan setiap insan (Sila Kedua). Oleh sebab itu, cari lah pemimpin yang peduli dan berbelarasa terhadap sesama anak bangsa khususnya yang lemah dan rentan, serta pilih lah calon ‘pemimpin kuat’ yang dapat menegakan Hak Asasi Manusia (HAM) serta mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan bernegara.
  • Ketiga: Sejarah kelam bangsa dalam zaman Orde Baru dihantui oleh praktik penyalahgunaan kekuasaan, otoriter, rekayasa dan kekerasan. Kita bersyukur atas fajar demokrasi yang terbit sejak era reformasi yang dimotori oleh para mahasiswa. Demokrasi berarti dinamika politik ‘dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat’ yang mengandung unsur ‘partisipasi dan tanggung jawab’ (CA 46). Oleh sebab itu, mari lah kita memilih pemimpin yang sungguh lahir dari proses demokratis yang benar dan tepat, serta yang berkomitmen untuk menegakkan kedaulatan rakyat, etika dan demokrasi (Sila Keempat).
  • Keempat: Suatu bangsa pertama-tama merupakan kebersamaan kehidupan dan nilai, yang membentuk persekutuan rohani dan moral. Menurut Paus Yohanes XXIII kehidupan bersama suatu bangsa adalah sebuah peristiwa spiritual (PIT AS 5, 266). Maka politik harus menjamin warga untuk beriman dan beribadat menurut keyakinannya masing-masing serta menemukan Alah sebagai sumber kekuatan dan kebahagiaannya yang sejati (Sila Pertama), karena itu cari lah pemimpin yang beramanah dan beribadah, yang religius, toleran dan inklusif. Sebaliknya hindari lah memilih pemimpin yang dalam rekam jejaknya memanfaatkan agama sebagai kendaraan politik kekuasaan belaka (politik identitas).
  • Kelima: Indonesia adalah sebuah lukisan bangsa magis mempesona karena dibentuk oleh mosaik-mosaik indah keunikan dan keanekaragaman suku, adat istiadat, bahasa, dan agama. Kesatuan dalam keragaman yang saling menghargai dan melengkapi inilah yang menjamin kelanggengan dan kemakmuran bangsa dalam sejarah. Sosialitas manusia tidak lah seragam tetapi beragam. Kesejahteraan bersama ditentukan oleh kemajemukan yang sehat (KASG 151), karena itu pilihlah calon yang paling mampu menegakkan empat pilar kebangsaan: NKRI, Bhineka Tunggal Ika, Pancasila dan UUD 54 (Sila Ketiga).*