‘Kepagian’ Kirim Surat Suara, KPU Jangan Cuma Lempar Sanksi

Ilustrasi Pemilu | Ist
Ilustrasi Pemilu | Ist

FORUM KEADILAN – Sebanyak 62.552 lembar surat suara Pemilu 2024 telah dikirimkan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) di Taiwan. Tak hanya berikan sanksi, tetapi Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga harus bertanggung jawab.

Sebuah video viral memperlihatkan WNI di Kota Taipei, Taiwan mendapat surat suara Pemilu 2024. Sambil menunjukkan surat suaranya, WNI itu menanyakan apakah WNI di Taipei lainnya sudah mendapat surat suara.

Bacaan Lainnya

Viralnya video itu membuat KPU angkat bicara. Ketua KPU Hasyim Asyari, membenarkan isi video itu. Hasyim mengatakan, KPU sebelumnya mengirimkan surat suara ke Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Taipei, dan telah diterima seluruhnya pada Jumat, 22/12/2023.

Surat suara yang dikirim itu berjumlah 230.307 amplop. 175.145 di antaranya, diperuntukkan bagi pemilih yang menggunakan metode pos.

Kata Hasyim, pengiriman surat suara itu harusnya dijadwalkan pada tanggal 2-11 Januari 2024. Tetapi faktanya, dari 175.145 amplop surat suara, 31.276 di antaranya telah dikirim oleh PPLN Taipei kepada pemilih.

PPLN Taipei beralasan bahwa pendistribusian lebih awal dilakukan untuk menghindari situasi di luar kendali, karena perayaan Tahun Baru China. Meskipun begitu, lanjut Hasyim, KPU kemungkinan akan memberikan sanksi ke PPLN di Taipei.

Sementara untuk surat suara yang sudah terlanjur dikirimkan, kata Hasyim tidak sah. Surat suara tersebut masuk kategori rusak dan tidak diperhitungkan di catatan surat suara dalam Formulir C.

Namun begitu, Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin tidak setuju dengan penyelesaian tersebut. Menurutnya, harus ada penggalian lebih dalam terkait persoalan ini.

“Kalau memang secara fisik tidak rusak, maka jangan dibilang rusak. Kalau hanya karena tidak sesuai waktunya, maka itu harus ditanyakan oleh KPU, agar clear, dan tidak ada kesalahan yang fatal dalam konteks distribusi kertas suara itu,” kata Ujang kepada Forum Keadilan, Rabu 27/12.

Ujang menjelaskan, dengan adanya distribusi lebih awal, maka suara sangat rawan dimanipulasi.

“Ya itu sangat rawan dimanipulasi, rawan kecurangan. Oleh karena itu, apapun kesalahannya, kalau tidak sesuai prosedur, KPU harus menjelaskan dan tanggung jawab,” katanya.

Kata Ujang, harusnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga harus menginvestigasi hal itu. Jika nantinya ada pelanggaran, bisa memberikan sanksi.

“Mestinya ini dikaji oleh Bawaslu. Harus diinvestigasi ada temuan apa, apakah memang ada kerusakan, atau seperti apa? Itu harus di dalami oleh Bawaslu atau pihak yang berwenang, apakah di situ ada kesalahan kelalaian atau pelanggaran. Tapi, siapa yang salah itu harus dicari dulu. Apakah KPU atau pihak lain,” tegasnya.

Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah juga sependapat. Menurutnya, KPU harusnya juga bertanggung jawab atas kelalaian tersebut.

Trubus menjelaskan, KPU harusnya mendalami motif pengiriman awal surat suara itu. Sebab, bisa saja ada motif politik dalam kesalahan itu.

“KPU harus bertanggung jawab penuh dan tidak sekedar mengganti, tetapi juga harus diberikan sanksi seberat-beratnya. Kalau perlu itu dipecat, diberhentikan, dan surat suara yang sudah ada itu memang harus diganti semua. Nomor serinya diganti semua,” ujarnya kepada Forum Keadilan, Rabu 23/12.

Selain itu, kata Trubus, kelalaian pengiriman surat suara ini juga memunculkan dugaan fenomena gunung es. Artinya, tidak menutup kemungkinan bahwa KPU sengaja mengirim surat suara ke beberapa negara lebih awal, karena punya motif tertentu.

“Surat suara rusak itu dalihnya KPU. Sehingga menurut saya, harus dilakukan investigasi menyeluruh. Jadi, karena ini unsur sengaja, berarti ada oknum yang bermain di sana. Oleh karena itu, oknum-oknum atau petugas yang di lapangan harus diberikan sanksi, dan ketua KPU harus bertanggung jawab,” tegasnya.

Kata Trubus, Bawaslu juga bisa memberikan sanksi etik terhadap pelaku pelanggaran ini. Sebab untuk menghindari dugaan-dugaan atau tuduhan-tuduhan yang diarahkan ke KPU, perlu klarifikasi dengan mengedepankan aspek transparansi keterbukaan, akuntabilitas kepada publik.* (Tim FORUM KEADILAN)

Pos terkait