Bawa Berkas DJKA ke Praperadilannya, Firli Berpotensi Bocorkan Rahasia Penyidikan

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri usai diperiksa di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 1/12/2023 | M. Hafid/Forum Keadilan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri usai diperiksa di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 1/12/2023 | M. Hafid/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri membawa bukti dokumen penanganan kasus dugaan suap Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) ke sidang praperadilannya. Padahal seharusnya, dokumen tersebut merupakan rahasia penyidikan.

Sidang perlawanan Firli terhadap penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sejak Senin 11/12/2023. Dalam proses persidangan, kubu Firli sempat menyerahkan bukti dokumen penanganan kasus DJKA.

Bacaan Lainnya

Langkah yang diambil Firli itu membuat Kepala Bidang (Kabid) Hukum Polda Metro Jaya Kombes Putu Putera Sadana di posisi tergugat jadi kebingungan. Sebab menurutnya, dokumen itu tidak ada hubungannya dengan kasus dugaan pemerasan yang mentersangkakan Firli.

Selain itu, Putu juga mempertanyakan kerahasiaan dokumen tersebut kepada Pakar Hukum Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi, yang saat itu dihadirkan ke persidangan.

Fachrizal menjawab, perlu diketahui apakah data itu didapatkan secara legal atau sah. Kemudian, apakah bukti itu bersifat umum yang bisa didapatkan secara luas, seperti di dalam bank data KPK atau tidak. Jika tidak, harus dilihat relevansinya sejauh apa dengan kasus yang sedang digugat.

“Walau demikian, siapapun yang tak memiliki izin untuk mengungkap sebuah kasus di muka umum. Maka dia bisa disangkakan Pasal 54 UU Keterbukaan Informasi Publik. Dia bisa dituntut karena dengan sengaja mengakses dan memberikan informasi yang dimaksud. Bisa dipidana paling lama dua tahun dan denda Rp10 juta,” lanjut Fachrizal.

Pakar hukum pidana dari Universitas Jenderal Soedirman Prof Hibnu Nogroho juga setuju dengan apa yang disampaikan Fachrizal. Menurutnya, tak seharusnya Firli membawa dokumen tersebut ke sidang praperadilannya.

“Dalam konsep suatu pembuktian tidak boleh. Itu masih merupakan rahasia penyidikan terhadap barang bukti yang sedang diperiksa oleh KPK,” kata Hibnu kepada Forum Keadilan, Selasa 19/12.

Hibnu pun mempertanyakan kapasitas Firli dalam perkara DJKA itu. Menurutnya, pembuktian dokumen dalam sidang praperadilan menjadi masalah, karena Firli bukan sebagai penyidik.

“Barang bukti itu masih kewenangan penyidik. Yang mengeluarkan kapasitas penyidik dan sebaliknya, Firli kapasitas sebagai apa? Itu harus digali,” imbuhnya.

Menurut Hibnu, Firli berpotensi melanggar Undang-Undang (UU) Keterbukaan Informasi Publik, menghalangi penyidikan Pasal 21 UU KPK, dan kode etik. Sebab, dokumen tersebut merupakan data yang dirahasiakan, yang masih di pra-ajudikasi untuk kepentingan penyidikan kasus lain.

Hibnu sendiri mempertanyakan tujuan Firli membawa dokumen tersebut. Menurutnya, dokumen tersebut memang tidak punya relevansi dengan kasus praperadilan Firli.

“Tidak ada hubungan sama sekali. Tidak ada relevansinya terhadap perkara yang diperiksa,” sergahnya.

Meskipun Hakim Imelda Herawati yang menjadi juri tunggal di sidang praperadilan Firli tak mempersoalkan adanya dokumen tersebut, Hibnu tegas mengatakan kalau dokumen itu tidak relevan.

“Karena tidak ada relevansinya. Kalaupun membawa silahkan membawa, siapapun tidak disalahkan. Tetapi kan hakim melihat apa hubungannya. Hakim punya pendirian, apakah yang disampaikan tidak ada hubungannya,” tuturnya.

Hibnu memandang, pembocoran dokumen rahasia oleh Firli akan mempengaruhi proses penyidikan kasus DJKA yang kini tengah ditangani KPK. Oleh sebab itu, dia mendorong Pimpinan KPK untuk bersikap tegas terhadap pembocoran dokumen rahasia dan memberikan sanksi kepad Firli Bahuri.

“Sanksi ya, karena itu sudah rahasia. KPK harus memberi tindakan. Biar tidak seenaknya sendiri semua orang bisa membawa data-data keluar walaupun itu mantan ketua,” pungkasnya.

Laporan M. Hafid

Pos terkait