Pengamat: Pidato Ganjar di KPU Gambarkan Kondisi Demokrasi Indonesia Tak Baik-baik Saja

Ganjar setalah menghadiri Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) Indonesia yang menggelar acara bertajuk 'Pidato Calon Presiden Republik Indonesia: Arah dan Strategi Politik Luar Negeri' Selasa, 7/11/2023 | Ari Kurniansyah/Forum Keadilan
Ganjar setalah menghadiri Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) Indonesia yang menggelar acara bertajuk 'Pidato Calon Presiden Republik Indonesia: Arah dan Strategi Politik Luar Negeri' Selasa, 7/11/2023 | Ari Kurniansyah/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Dosen Departemen Politik Universitas Airlangga Surabaya Airlangga Pribadi Kusman Ph.D menyoroti pidato yang dibacakan oleh calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo, setelah prosesi pengambilan nomor urut pasangan kandidat Pilpres 2024 di KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa, 14/11/2023.

Menurut Airlangga, dari ketiga pidato yang disampaikan, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD menjadi yang paling menekankan dengan tegas dan kontekstual terkait proses demokrasi di Indonesia saat ini.

Bacaan Lainnya

Dalam pidatonya, Ganjar menyatakan bahwa momen politik saat ini mencerminkan pelemahan kondisi demokrasi. Menurut Ganjar, hal ini menjadi penyebab keadaan politik di Indonesia tidak baik-baik saja.

Ganjar dalam pidatonya mengekspresikan kekhawatirannya terkait indikasi instrumentalisasi hukum demi kepentingan politik, khususnya terkait dengan gugatan pasal yang memberikan peluang bagi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).

“Sepertinya hal ini berhubungan dengan kontroversi terkait indikasi instrumentalisasi hukum bagi kepentingan kekuasaan dan terjadinya conflict of interest dari Ketua Hakim MK (Mahkamah Konstitusi) Anwar Usman dalam gugatan pasal yang disetujui yang memberi ruang bagi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai kandidat wakil presiden Prabowo Subianto,” kata Airlangga dalam rilis yang diterima, Kamis, 16/11.

Skandal yang melibatkan mantan Ketua Hakim MK Anwar Usman, dinilai Airlangga, telah merusak kepercayaan publik terhadap integritas Pemilu yang seharusnya berjalan secara jujur dan adil, serta bebas dari intervensi atau campur tangan aparat.

Airlangga menyatakan, hal ini membuat harapan terhadap momen Pilpres untuk mencapai Persatuan Indonesia melalui politik yang riang gembira, tercemar oleh drama korea (drakor) yang membuat demokrasi di Indonesia tidak berjalan dengan baik.

Di sisi lain, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar maupun Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka secara normatif sama-sama menekankan pentingnya Pemilu yang adil dan bebas dari kecurangan.

Dalam pidatonya, cawapres Muhaimin menegaskan pentingnya sportivitas dalam Pilpres mendatang, mirip dengan pertandingan bola, di mana penonton ialah warga yang bersuara dan mencatat apabila terjadi kecurangan.

Sementara pidato yang disampaikan Prabowo menekankan pentingnya Pemilu yang berlangsung secara adil dan tanpa kecurangan. Pidato Prabowo tentang pentingnya Pemilu yang fair dan jujur, perlu mendapat catatan kritis.

Hal itu, kata Airlangga, karena pasangan cawapresnya, Gibran, merupakan anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), sehingga keterlibatannya menimbulkan kontradiksi antara penegasan yang disampaikan dan realitas politik yang terjadi.

Terlebih lagi, lanjut Airlangga, partisipasi Gibran sebagai cawapres melalui proses politik yang memiliki cacat etis. Menurutnya, hal ini menciptakan kontradiksi antara penegasan yang disampaikan dan realitas politik yang terjadi.

“Tekanan pada pentingnya merawat demokrasi agar dinamika politik kita tidak mundur kebelakang pada jaman ketertutupan otoritarianisme merupakan poin yang penting dalam proses elektoral 2024,” imbuhnya.*

Pos terkait