Obral Tanah di IKN dan Jaminan Pembayaran Utang Kepada Investor

Desain kantor istana kepresidenan yang akan dibangun di ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur. | Ist
Desain kantor istana kepresidenan yang akan dibangun di ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur. | Ist

FORUM KEADILAN – Beberapa hari lalu, Panitia Kerja DPR RI sepakat untuk melanjutkan pembahasan RUU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Nusantara (IKN) ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

Revisi tersebut seolah memberi landasan hukum yang kokoh untuk menjamin keamanan investasi.

Bacaan Lainnya

Ketua PBHI Nasional Julius Ibrani menyoroti revisi UU IKN ini bukan lagi sebagai bentuk jaminan kepada investor untuk menanam modal di Ibu Kota Nusantara. Julius blak-blakan menyebutnya sebagai jaminan pembayaran utang.

“Tapi jaminan terhadap jangka waktu pembayaran utang kepada investor,” tuturnya kepada Forum Keadilan, Kamis, 21/9/2023.

Investasi di IKN, kata Julius, tidak akan langsung balik modal dalam 10 hingga 15 tahun ke depan, melainkan hingga 200 tahun. Menurutnya, inilah letak jaminan terhadap jangka waktu pembayaran utang.

Dirinya juga menyoroti regulasi dua siklus dalam pemberian hak atas tanah di IKN, menurutnya aturan tersebut menyalahi konstitusi demi menarik investasi. Selain itu, hak atas tanah sudah pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam UU Cipta Kerja.

“Artinya, disitu terjadi komersialisasi. Makanya dia (hak atas tanah) harus dibatasi, kalau konteks ideologinya begitu,” ucapnya

Dalam Pasal 16A ayat 1, HGU diberikan untuk jangka waktu paling lama 95 tahun melalui siklus pertama  dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk siklus kedua dengan janga waktu paling lama 95 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.

Jika ditotal, HGU di IKN bisa mencapai 190 tahun.

Julius berpendapat jika hak guna usaha yang merupakan hak untuk mengusahakan langsung tanah yang dikuasai oleh negara, tidak boleh dikuasai dalam waktu lama. Alasannya agar pemanfaatan lahan dalam bentuk apapun bisa terkontrol.

“Makannya dibatasi, konteks pembatasan itu untuk evaluasi agar tidak ada pemanfaatan absolut untuk kepentingan industri,” ujarnya.

Apalagi, dia menyoroti penggunaan APBN dalam pembangunan Ibu Kota baru di Kalimantan. Sebelumnya pemerintah berkomitmen hanya menggunakan 20 persen dana APBN untuk pengeluaran pembangunan IKN dengan total Rp446 triliun.

Julius berpendapat masih banyak aspek-aspek lain yang harus diprioritaskan dibandingkan pembangunan infrastruktur di IKN, mulai dari sisi pendidikan, kemiskinan dan kesejahteraan yang masih jauh dari kata layak.

“Memang aspek-aspek pembangunan yang lain sudah sempurna sehingga dibikin yang baru. Pendidikan saja masih anjlok, pengentasan kemiskinan juga masih bobrol, belum lagi gaji guru,” ujarnya.

“Apalagi itu sampai digadaikan untuk pembayaran utang terhadap investor,” imbuhnya.

Dirinya mengkahwatirkan kondisi Indonesia akan serupa seperti Sri Lanka yang mengalami kebangkrutan pada 2022 karena menggadaikan APBN untuk dijadikan sebagai jaminan.

“Bahwa dengan skema yang sedemikian, Indonesia sedang menuju kehancuran seperti Sri Lanka,” tutupnya.*

 

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait