FORUM KEADILAN – Pengamat Sosial dari Universitas Negeri Medan (Unimed) Bakhrul Khair Amal menyatakan tidak setuju menghapus skripsi sebagai syarat pencapaian gelar. Sebagai sebuah penelitian, menurutnya skripsi harus tetap ada.
Bakhrul menjelaskan, skripsi merupakan penguji kompetensi kemampuan. Teori di dalam kelas, kemudian dibawa di luar kelas untuk diuji.
“Itu yang dinamakan penelitian. Jika skripsi dihilangkan, mimbar akademik akan menjadi tidak jelas, karena tidak ada yang tertulis dan tercatat, dalam kajian-kajian ada literasi,” ujar Bakhrul kepada Forum Keadilan, Kamis, 31/8/2023.
Bakhrul mempertanyakan, apakah kebijakan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim ini sudah ada kajian akademiknya atau belum.
Sebab, menurut Bakhrul, tidak mungkin kalau alasannya kebijakan itu dibuat hanya untuk mempermudah mahasiswa di tingkat akhir untuk lulus.
“Kuliah itu memang berat. Itu bagian dari konflik, dan dinilai menjadi tingkat kesuksesan dalam belajar. Sebenarnya, skripsi itu baik,” imbuhnya.
Meskipun ada beberapa negara yang tidak menerapkan skripsi, Bakhrul menegaskan, sebuah kebijakan tidak bisa didasari kesetaraan dengan negara lain.
“Kenapa kita menjadi studi banding dengan dunia asing? Padahal, kita punya instrument lokal yang sangat baik. Pendidikan ini bukan hanya bicara tentang teknologi. Pendidikan bicara tentang manusia,” tuturnya.
Kemudian juga, menurut Bakhrul, opsi untuk menghilangkan skripsi ini sebenarnya bukan prioritas dalam meningkatkan pendidikan.
Menurut Bakhrul, banyak hal yang lebih penting untuk memajukan pendidikan, seperti infrastruktur pendidikan, kesejahteraan guru dan kurikulum pendidikan.
Akan tetapi, Bakhrul setuju apabila yang dihapuskan adalah jurnal. Sebab menurutnya, jurnal adalah daerah komersialisasi dan kapitalisasi.*
Laporan Ari Kurniansyah