Gagalnya Food Estate Bukti Negara Tak Pernah Belajar dari Kesalahan

Proyek food estate Jokowi
Proyek food estate Jokowi | Ist

FORUM KEADILAN – Proyek lumbung pangan atau food estate yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi perbincangan hangat setelah Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP mengkritik program tersebut gagal menjaga keamanan pangan dan merupakan bentuk kejahatan lingkungan.

Manajer Kampanye Hutan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Uli Arta Siagian sudah dari awal mengingatkan pemerintah bahwa proyek food estate tidak pernah berhasil dalam sejarah Indonesia.

Bacaan Lainnya

Mulai dari era Presiden Soeharto soal program gambut 1 juta hektar pada tahun 1995, berlanjut ke era SBY dengan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) atau Perkebunan Pangan dan Energi Terpadu Merauke,  sampai Program Lumbung Pangan Jokowi.

“Negara kita itu tidak pernah belajar dari kesalahan yang sama,” ucapnya kepada Forum Keadilan, Jumat, 18/08/2023.

Menurutnya, salah satu penyebab kegagalan tersebut adalah penanaman benih banyak dilakukan di tanah bekas lahan gambut. Padahal, tidak semua lahan gambut bisa ditanami. Inilah yang menyebabkan rentannya terjadi kegagalan.

Selain itu, Uli juga menyebut bahwa penyerahan food estate kepada korporasi tidak tepat karena tidak memiliki pemahaman dan pengalaman untuk mengolah eks lahan gambut.

“Yang punya pengetahuan itu adalah masyarakat, masyarakat adat. Mereka punya pengetahuan dan tradisi lokal untuk mengolah lahan gambut,” tuturnya.

Dirinya justru mempertanyakan mengapa masyarakat yang memiliki pengalaman tidak diletakkan sebagai aktor untuk menjaga kedaulatan pangan, malah hanya sebagai objek yang tanahnya diambil untuk proyek konsesi tanah dari proses pembangunan pangan skala besar.

Di sisi lain, Walhi juga mengkritik terkait konsep ketahanan pangan yang dilakukan pemerintah.

Menurutnya, kedaulatan pangan adalah program yang tepat karena menghormati cara-cara tradisional dan menunjukkan ciri khas peradaban wilayah tersebut.

“Sedangkan ketahanan pangan tidak mengurusi kedaulatan masyarakat, bagaimana tanah diolah. Yang penting pangannya ada dan tidak mau tahu gimana cara mendapatkannya dan siapa yang memproduksi,” ujarnya.

“Karena ini basis lahan skala besar dan yang mengelola lahan itu korporasi dan itu memberikan karpet merah untuk mereka. Padahal sebenarnya yang menyuplai pangan kita sekarang dari tangan-tangan petani,” tutupnya.*

 

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait