Melacak Akar Radikalisme di BUMN

Ilustrasi Teroris
Ilustrasi teroris | ist

FORUM KEADILAN – Salah satu pegawai BUMN tepatnya PT Kereta Api Indonesia (KAI) inisial DE diungkap masuk dalam jaringan terorisme. Hal ini dibuktikan dengan adanya barang bukti yang ditemukan dalam rumahnya, di kota Bekasi.

Melihat fakta ini, Pengamat Sosial Universitas Negeri Medan (UNIMED) Dr Bakhrul Khair Amal mengatakan, jika penyelidikan terkait peran dari pelaku harus diperjelas.

Bacaan Lainnya

“Persoalan terorisme ini kan berarti ada tindakan, ada alat ukur. Kalau soal motifnya pertama dalam motif itu ada nilai dan tujuan. Jadi dalam nilai itu dia menjadi aktor atau pelaku, kalau proses yang terjadi, dia aktor dan pelaku ini kan dua cara pandang yang berbeda. Kalau dia pelaku apakah dia aktor, nah kalau dia aktor sudah pasti pelaku,” katanya kepada Forum Keadilan, Selasa, 15/8/2023.

“Yang jelas orang yang terpapar terorisme itu memiliki dua cara pandang, apakah dia dalam proses tahu di ketidaktahuannya. Lalu dalam konteks ini kan yang disalahkan pasti selalu perspektif agama, terutama perspektif agama Islam,” imbuhnya.

Jika sudah bisa dipastikan apa perannya, Bahrul melanjutkan, pegawai KAI terduga teroris tersebut masuk dalam kategori terpapar atau dipaparkan ajaran tersebut.

“Jadi persoalan teror ini kan berarti kekerasan, isme itu kan ideologisnya. Nah persoalannya apakah pegawai KAI ini dipapar atau terpapar. Kalau dia terpapar maka dia adalah pelaku, kalau dia aktor berarti dia salah membaca bacaan,” lanjutnya.

Bahrul secara tegas mengatakan perspektif terorisme bisa dilihat dari banyak faktor dan variabel dalam hasil berbagai penelitian, termasuk terkait doktrin yang berkaitan dengan agama.

“Jadi terorisme ini akan bergerak ketika ada aktor dan ada juga pelaku, perspektif seolah-olah orang mati itu masuk surga, dengan melakukan bunuh diri, kan doktrinnya seperti itu. Tapi ini, bukan soal agamanya ya,” tegasnya.

Sedangkan, mengenai alat bukti yang ditemukan salah satunya merupakan senjata rakitan. Bahrul mengatakan itu tugas penegak hukum untuk mencari tahu sumber senjata.

“Ada alat bukti dan saksi, alat buktinya ini memang kemampuan dari dirinya atau kemampuan dari orang lain, yang merakit senjata itu. Atau bisa saja dia belajar dari dunia maya, itu satu. Atau memang dia tidak memiliki kemampuan untuk merakit tapi dilakukan dalam ketidaktahuannya dalam merakit. Jadi, alat bukti itu harus dilebarkan, alat bukti itu menjadi dasar orang yang dikatakan teroris, melalui alat bukti dan saksi,” ucapnya.

Bahrul sangat menyayangkan dalam kasus terorisme, mengapa institusi yang selalu mendapatkan framing yang tidak baik. Menurutnya, persoalan terorisme yang harus ditonjolkan adalah akar masalahnya.

“Jadi bedakan institusi dan bedakan orang, tidak semua institusi itu. Refleksi ke depan adalah bagaimana menyelesaikan persoalan, dan akar masalah ini. Bukan BUMN-nya, yang terpapar itu bukan lembaga, tapi oknum. Kita fokus pada tindakan terorismenya, kalau institusinya juga banyak yang diklaim seolah-olah institusi bagian dari terorisme itu persepsi yang salah,” ucapnya.

Anggota Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) itu juga berpesan, perspektif terkait kasus terorisme jangan digeser pada lembaga atau agama. Sebab, kasus pegawai lembaga milik negara terjaring terorisme tersebut sering sekali terjadi dan bukan satu atau dua kali.

“Padahalkan dalam BUMN itu tidak semua (terorisme) hanya beberapa persennya, kalau kita lihat di semua itu ada, ada PNS, ada akademisi juga, semua pasti ada, semua bisa terpapar tapi tidak melihat institusinya tapi personality-nya. Kalau di melebar ke institusi, artinya satu institusi yang melakukan terorisme. Jadi yang perlu dilihat apa sih motivasinya pelaku melakukan terorisme,” tandasnya.

Di sisi lain, anggota Komisi VI DPR RI Evita Nursanty meminta BUMN untuk memperketat proses rekrutmen agar mencegah adanya penyimpangan ideologi.

“Kita minta proses rekrutmen untuk karyawan BUMN makin diperketat, terutama yang berkaitan dengan mental ideologi,” ucap politikus PDI-Perjuangan itu kepada Forum Keadilan, Selasa, 15/8.

Selain itu, Evita menyebutkan bahwa perlunya pendalaman ideologi Pancasila dan nilai-nilai kebangsaan terhadap karyawan BUMN yang ada saat ini. Menurutnya ini harus jadi bagian dari aktivitas sehari-hari BUMN.

Evita prihatin dengan adanya karyawan BUMN yang kembali ditangkap karena ini bukan hal yang pertama kali terjadi. Dirinya menyebut agar pengawasan internal diperkuat, sehingga kasus terorisme dapat terdeteksi sejak awal.

“Peristiwa ini harus membuat kita tersadar kembali bahwa terorisme itu harus bergerak sehingga kita harus waspada,” imbuhnya.

Sementara itu, PT KAI dalam keterangan tertulisnya mengaku akan menghargai setiap proses hukum yang sedang berjalan dan akan mendukung berbagai upaya dalam memberantas praktik terorisme.

“Kami siap bekerja sama dengan pihak berwenang terkait isu tersebut,” kata EVP of Corporate Secretary KAI Raden Agus Dwinanto Budiadji.

Lebih lanjut Agus mengatakan, KAI tidak menoleransi tindakan yang bertentangan dengan hukum, apalagi kasus terorisme serta akan menindak karyawannya tersebut jika terbukti terlibat dalam kasus terorisme.

“KAI berkomitmen untuk turut memberantas kejahatan terorisme di lingkungan perusahaan dengan terus mengingatkan seluruh jajaran mengenai integritas dan nasionalisme, serta melakukan peningkatan pengawasan oleh fungsi terkait,” tutupnya.

Saat dimintai keterangan lebih lanjut terkait pemecatan pegawai terduga terorisme-nya itu, KAI enggan memberikan komentar dan memilih bungkam.* (Tim FORUM KEADILAN)

Pos terkait