FORUM KEADILAN – Puluhan masyarakat Gunungkidul, Yogyakarta, menjadi korban penyakit antraks usai mengonsumsi sapi yang positif antraks.
Bukan pertama kali, penyakit antraks juga nyatanya sempat menjangkiti wilayah Gunungkidul pada tahun 2019 lalu.
Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo menuturkan bahwa Yogyakarta menjadi wilayah yang memiliki risiko tinggi penyebaran antraks.
“Ini kan (penyakit) kuku mulut itu kan tiba-tiba, dan antraks juga sama tiba-tiba Apalagi Yogya ini kan termasuk wilayah yang tingkat resiko antraks nya tinggi,” katanya kepada Forum Keadilan, Jumat, 7/7/23.
Ia menuturkan jika pemerintah harus melakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari tahu penyebabnya.
“Yang jelas itulah yang harus dilakukan pemerintah, pemerintah harus melakukan penelitian, kenapa selalu di Yogya yang menjadi wilayah (dengan risiko tertinggi) itu, seperti Gunungkidul, lalu lakukan penelitian itulah kenapa pentingnya, yang namanya peneliti itu melakukan hal-hal yang berisik kepada kesehatan masyarakat, yang berisiko terhadap masyarakat gitu lho,” ujarnya.
Terkait upaya meminimalisir penyebaran antraks yang terjadi di Gunungkidul, kader Partai Golkar tersebut menjelaskan pemerintah jangan mudah puas jika wabah sudah mulai berkurang atau hilang.
“Kan begini, kita ini kan selalu membahayakan sesuatu yang tidak benar, begitu terjadi musibah bencana katakanlah kayak pandemi Covid-19, begitu dinyatakan pandemi menjadi endemi, kita sudah tenang dianggap ini sudah selesai, gak ada tindakan-tindakan apa yang kita lakukan kalau terjadi pandemi seperti itu lagi. Ya ini harusnya disusun jangan sampai itu terjadi lagi, kayak penyakit kuku mulut juga harus seperti itu, begitu kemarin terjadi dan dinyatakan selesai berhenti tidak ada pergerakan lagi, antraks juga begitu sekarang baru itu muncul, baru hiruk pikuk kita bicara antraks,” paparnya.
Untuk itu, ia menyarankan perlu adanya tindakan preventif dan antisipatif.
“Tidak ada tindakan preventif, tidak ada gerakan antisipatif, terhadap masalah kemungkinan suatu saat ini bisa terjadi lagi. Kan yang namanya wabah-wabah seperti ini, sekarang dengan teknologi kan sudah bisa dibuat siapa saja, direkayasa teknologinya dengan cara apa, dan bisa terjadi kapan saja dan dimana saja,” lanjutnya.
Maka, peran badan karantina nasional juga sangat dinilai penting dan diperlukan dalam meredam kasus wabah seperti antraks tersebut, agar tidak menyebar luas seperti pandemi Covid-19 lalu.
Firman juga melanjutkan hingga saat ini pemerintah pusat maupun daerah masih belum ada gerakan apapun terkait penyebaran wabah antraks.
“Ya sampai sekarang kan, sampai antraks muncul lagi kan belum ada gerakan apa-apa. Padahal antraks itu kan selalu muncul di Yogya, kenapa selalu muncul? Ya kitakan punya pakar, punya para ahli dari IPB itu banyak banget pakarnya peternakan, dari Gajah Mada itu juga ada peternakan, dokter hewan banyak kenapa gak melakukan penelitian berikan kajian bersama Kementan, ini harus lebih ke referensi antisipatif,” tuturnya.
Bahkan, ia mengaku komisi IV DPR RI yang membidangi Pertanian, Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kelautan belum mendapatkan informasi apapun untuk menindaklanjuti kasus antraks.
“Kami belum tahu, karena kami belum dapat informasi tentang langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah, dan kita belum ada rapat lagi. Inikan sudah menjadi tugas dan kewenangan pemerintah, nanti kita yang melakukan kasus penyelidikannya, tapi sampai nanti tidak ada tindakan apa-apa, tentunya kita akan panggil Kementerian untuk dilakukan rapat,” ucapnya.
Selain itu, ia menegaskan pihaknya akan mengambil sikap jika pemerintah belum mengambil tindakan apapun.
“Masih belum ada (rencana rapat), kan kita belum tahu biar pemerintah berupaya dulu, nanti kalau terlampau lama ya kita yang akan mengambil sikap untuk melakukan sikap, sidak dan kunjungan menyangkut penyakit dan mendapatkan spesifik ke daerah tertentu yang terkena musibah,” tegasnya.*
Laporan Novia Suhari