77 Tahun Bandung Lautan Api, Begini Sejarahnya

Monumen Bandung Lautan Api di Tegalega. Simbol peringatan peristiwa Bandung Lautan Api. | Ist
Monumen Bandung Lautan Api di Tegalega. Simbol peringatan peristiwa Bandung Lautan Api. | Ist

FORUM KEADILAN – Hari ini 77 tahun yang lalu, 23 Maret 1946, peristiwa heroik dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dari ancaman sekutu yang ingin menjajah kembali. Peristiwa ini disebut Bandung Lautan Api.

Peristiwa Bandung Lautan Api adalah bentuk perjuangan melawan sekutu dengan membumihanguskan pemukiman dan bangunan lainnya di wilayah Kota Bandung oleh para pejuang dan masyarakat melawan agresi militer Belanda.

Bacaan Lainnya

Peristiwa ini mengilhami komponis Ismail Marzuki dalam menciptakan lagu Halo Halo Bandung.

Peristiwa ini diperingati setiap tahun pada 23 Maret oleh masyarakat Kota Bandung, Bagaimanakah sejarahnya? Mari kita simak berikut ini.

Latar Belakang Sejarah Bandung Lautan Api

Asal muasal peristiwa ini berawal dari ultimatum tentara sekutu kepada Tentara Republik Indonesia untuk mundur sejauh 11 km dari pusat kota Bandung.

Tentara Sekutu dan NICA Belanda, yang menguasai wilayah Bandung Utara (wilayah di utara jalan kereta api yang membelah kota Bandung dari timur ke barat), sedangkan Tentara Republik Indonesia menguasai wilayah Bandung Selatan.

Ultimatum dari sekutu berlaku hingga 24 Maret tengah malam ini akhirnya disetujui oleh Pemerintah Republik Indonesia meskipun dari markas besar TRI di Yogyakarta tetap memerintahkan agar mempertahankan wilayah Bandung dari sekutu.

Pihak Tentara Republik Indonesia dan masyarakat tetap meninggalkan Kota Bandung dan eksodus ke wilayah pegunungan Bandung Selatan tetapi sambil membumihanguskan kota Bandung agar tidak dimanfaatkan oleh sekutu.

Pada siang harinya, masyarakat dan TRI mulai berbondong-bondong meninggalkan Kota Bandung dan mengungsi ke wilayah Bandung Selatan. Pembakaran diawali pada pukul 21.00 di Indisch Restaurant di utara Alun-alun (kini menjadi gedung BRI Tower) oleh para pejuang.

Para pejuang dan masyarakat membakar tempat tinggal dan bangunan penting lainnya di sekitar jalan kerata api dari Ujung Berung hingga Cimahi.

Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, yang terdapat gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu.

Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit. Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tersebut di dalamnya.

Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 12 Malam, Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Namun, api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.

Akibat Pembumihangusan Bandung

Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut, TRI bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung.

Peristiwa ini menginspirasi Ismail Marzuki beserta para pejuang Indonesia saat itu untuk mengubah dua baris terakhir dari lirik lagu Halo, Halo Bandung menjadi lebih patriotis dan membakar semangat perjuangan. Beberapa tahun kemudian, lagu Halo, Halo Bandung menjadi kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami saat itu, menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api.

Bersamaan dengan itu, TRI melakukan serangan ke wilayah utara sebagai “upacara” pengunduran diri dari Bandung, yang diiringi kobaran api sepanjang 12 km dari timur ke barat Bandung membara bak lautan api dan langit memerah mengobarkan semangat juang. Tekad untuk merebut kembali Bandung muncul di dalam hati setiap pejuang.

Namun, peristiwa heroik itu harus dibayar mahal dengan jatuhnya wilayah Jawa Barat oleh pihak sekutu berdasarkan Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948. Dampak dari perjanjian tersebut Tentara Republik Indonesia Divisi Siliwangi harus ditarik mundur ke wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.*

Pos terkait