Jelang Pengesahan RKUHP, Komnas HAM Beri Beberapa Catatan

Komnas HAM memberikan beberapa catatan menjelang pengesahan RKUHP. | ist

FORUM KEADILAN – Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) diagendakan bakal disahkan besok, Selasa, 6/12/2022. Untuk itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan beberapa catatan penting.

Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Anis Hidayah mengatakan, salah satu catatannya yakni soal diaturnya genosida dan kejahatan kemanusiaan ke dalam RKUHP, dapat melemahkan bobot kejahatan tindak pidana tersebut.

Bacaan Lainnya

“Soal pelanggaran HAM berat berdasarkan analisis di Komnas HAM dalam RKUHP menyatakan bahwa pemidanaan penjara untuk pelanggaran HAM berat terutama untuk genosida dan juga kejahatan kemanusiaan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang No 26 Tahun 2000, secara prinsip berbeda karena pelanggaran HAM yang berat dikenal dengan asas rektroaktif dan juga asas prinsip yang tidak mengenal daluwarsa,” ungkap Anis kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin, 5/12/2022, seperti dikutip dari detik.com.

“Apabila asas rektroaktif dan prinsip tidak mengenal daluwarsa, maka 15 peristiwa pelanggaran HAM berat yang sudah selesai dilakukan penyelidikan oleh Komnas HAM dianggap tidak ada, bahkan tidak pernah terjadi. Padahal secara fakta kita menemukan korban-korban atas peristiwa tersebut,” lanjut Anis.

Anis bilang, pihaknya khawatir peraturan tersebut dapat berkonsekuensi mengubah kejahatan luar biasa menjadi kejahatan biasa. Hal ini dinilai dapat mengaburkan sifat khusus dalam kejahatan tersebut dan dapat berpotensi menimbulkan kesulitan dalam melakukan penuntutan atau penyelesaian kejahatan.

“Mengaburkan sifat khusus yang ada dalam kejahatan tersebut, dapat berpotensi menimbulkan kesulitan dalam melakukan penuntutan atau penyelesaian kejahatan yang efektif. Ketidakjelasan atau ketidakpastian hukum dengan instrumen hukum lain yang membuat ketentuan pidana di luar KUHP, serta memiliki celah hukum. Jadi ini sangat jelas, kenapa kita menyatakan keberatan-keberatan dengan dimasukkannya tindak pidana berat dalam KUHP,” ujarnya.

Selain itu, abis bilang, RKUHP masih mencantumkan hukuman mati sebagai bentuk pemidanaan alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah tindak pidana.

“Kemudian juga yang kedua terkait dengan hukuman mati. Masih dicantumkannya hukuman mati sebagai bentuk pemidanaan alternatif untuk mencegah tindak pidana dalam rancangan pasal 67 dan 98. Ini bertentangan dengan Pasal 28A UUD 1945 Pasal 9, UU Nomor 9/ 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 6 Konvensi hak sipil dan politik,” ungkap Anis.

“Meski demikian hukuman mati memberikan catatan kemajuan dalam KUHP yang baru, dimana hukuman mati bukan lagi merupakan hukuman pokok, namun pidana yang bersifat khusus untuk pidana tertentu dan ada pengaturan masa percobaan 10 tahun untuk merubah hukuman mati,” pungkasnya.*