MK Diminta Hapus Uang Pensiun DPR Seumur Hidup

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk menghapus ketentuan uang pensiun anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berlaku seumur hidup. Menurut para Pemohon, besaran uang pensiun seumur hidup yang diterima oleh anggota DPR tidak sebanding dengan kinerja dan masa kerjanya.
Permohonan yang teregister dengan Nomor 176/PUU-XXIII/ 2025 tersebut diajukan oleh seorang psikiater bernama Lita Anggayani Gading dan Syamsul Jahidin selaku mahasiswa yang menguji konstitusionalitas norma Pasal 1 huruf A, Pasal 1 huruf F, dan Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1980 Tentang Hak Keuangan Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara.
Adapun dalam UU tersebut dijelaskan bahwa Lembaga Tinggi Negara ialah Dewan Pertimbangan Agung, DPR, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA) di mana mereka berhak memperoleh pensiun usai berhenti dengan hormat dari jabatannya.
Dalam permohonannya, para Pemohon menilai bahwa sejak diberlakukannya UU Nomor 12 Tahun 1980 hampir 45 tahun lalu, terdapat 5.175 anggota dewan yang menerima pensiun dengan rata-rata sebesar Rp 3.639.540 per orang.
Akibatnya, negara harus mengalokasikan anggaran sekitar Rp18,83 miliar setiap bulan untuk pembayaran pensiun tersebut. Jika dihitung setahun, total anggaran yang dikeluarkan negara mencapai kurang lebih Rp226,01 miliar.
“Bahwa, dengan manfaat Pensiun yang diterima oleh DPR maka sangat membebani Beban APBN sebesar Rp226 miliar. Bahwa dengan hal ini kerugian sangat nyata timbul yang dialami Pemohon I dan Pemohon II, karena beban pajak yang digunakan untuk membayar manfaat pensiun yang tidak tepat,” kata Pemohon dalam salinan permohonan, dikutip, Kamis, 2/10/2025.
Pemohon juga menggarisbawahi soal anggota dewan yang tetap mendapat uang pensiun meski hanya menjabat satu periode atau lima tahun. Apalagi, mereka juga mendapatkan tunjangan hari tua sebesar Rp15 juta.
Para Pemohon lantas membandingkan dengan pekerja biasa yang menabung lewat BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lain.
“Namun anggota DPR justru mendapat pensiun seumur hidup hanya dengan sekali duduk di kursi parlemen,” katanya.
Ia lantas membandingkan masa kerja jabatan di beberapa lembaga dan instansi lain, seperti di lingkungan MA, di mana para Hakim Agung memiliki masa waktu kerja sebanyak 10-35 tahun.
Serupa dengan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, aparatur sipil negara, dan TNI-Polri yang mencapai 10-35 tahun masa kerja. Namun, anggota DPR justru hanya kisaran 1-5 tahun masa kerja.
“Bahwa, terlihat pemanfaatan dari hak pensiun belum tepat karena perbandingan masa kerja yang tumpang tindih dengan instansi lainnya, maka hak para Pemohon sebagai warga negara pembayar pajak merasa pemanfaatan dan penggunaan pajak tidak tepat,” ucapnya.
Dalam petitumnya, para Pemohon meminta MK agar menghapus DPR sebagai Lembaga Tinggi Negara sebagaimana tertuang dalam UU 12/1980. Selain itu mereka juga meminta kepada Mahkamah agar anggota DPR yang berhenti dengan hormat dari jabatannya tidak memperoleh hak pensiun.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi