FORUM KEADILAN – Pengamat politik Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai bahwa potensi terbentuknya dua pusat kekuasaan atau ‘dua matahari’ dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto kian terbuka jika tidak ada langkah tegas untuk merapikan barisan internal kabinet.
Fenomena ini, menurut Ray, muncul karena sikap permisif Prabowo terhadap eksistensi faksi-faksi dalam pemerintahannya, termasuk kelompok yang masih menunjukkan loyalitas kuat terhadap Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
“Ini efek dari masih adanya keluarga yang menjabat, seperti Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang dinilai belum memiliki kekuatan politik sendiri untuk mengadvokasi isu-isu besar. Akibatnya, ia masih harus di-backup oleh Pak Jokowi,” kata Ray kepada Forum Keadilan, Rabu, 23/4/2025.
Menurut Ray, posisi Gibran yang masih bergantung pada dukungan Jokowi membuat mantan presiden tersebut tetap memiliki ruang pengaruh dalam pemerintahan. Keberadaan faksi Jokowi dalam kabinet Prabowo pun terlihat nyata, terutama dari sejumlah elit yang terang-terangan masih menyebut Jokowi sebagai sosok sentral atau bahkan ‘bos’.
“Kita lihat beberapa menteri masih sering datang ke rumah Pak Jokowi, menyebut beliau sebagai ‘bos saya’, dan semacamnya. Ini jelas menandakan ada semacam faksi Jokowi di dalam kabinet yang aktif bergerak,” ujar Ray.
Ray memandang, selama Prabowo tidak mengambil sikap tegas dan membiarkan hal ini berlanjut, maka akan terjadi degradasi konsolidasi kekuasaan dalam pemerintahan. Ia menekankan pentingnya Prabowo menegaskan bahwa hanya ada satu pemimpin yang harus didengar dalam struktur pemerintahan saat ini.
“Harusnya Prabowo berkata tegas: satu-satunya presiden adalah saya, tidak ada bayang-bayang lainnya. Tapi hal itu belum muncul dari beliau,” ungkap Ray.
Ia juga mengkritik kebiasaan Prabowo yang kerap sowan ke kediaman Jokowi, yang secara simbolik justru menegaskan bahwa Prabowo masih berada di bawah bayang-bayang Jokowi. Padahal, kata dia, sebagai presiden, Prabowo harus menjadi satu-satunya sumber kekuasaan dan otoritas di pemerintahan.
“Kalau presidennya sendiri sering datang ke rumah Pak Jokowi, sowan terus-menerus, ya atas dasar apa para menteri dilarang berhubungan intens dengan Jokowi? Ini menciptakan ambiguitas kepemimpinan,” tegasnya.
Ray menyimpulkan, situasi ini bisa membahayakan kestabilan internal pemerintahan jika tidak segera ditangani dengan ketegasan politik.
“Presiden Prabowo perlu mendemonstrasikan kepemimpinan yang otoritatif agar loyalitas kabinet tak terbagi dan tak memunculkan bayang-bayang kekuasaan lain di luar dirinya sebagai presiden,” tutupnya.*
Laporan Ari Kurniansyah