Kaspuspen TNI Sebut Penempatan Prajurit Aktif di Kementerian dan Lembaga akan Diatur Ketat Lewat RUU

Hariyanto menjelaskan, penempatan prajurit aktif di luar institusi TNI harus sesuai dengan kebutuhan nasional dan tidak mengganggu prinsip netralitas TNI.
“Penempatan prajurit aktif di luar institusi TNI akan diatur dengan ketat agar tetap sejalan dengan kepentingan nasional dan tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan,” kata Hariyanto, Minggu, 16/3/2025.
Rumusan perubahan dalam RUU TNI, lanjutnya, menyangkut perpanjangan batas usia pensiun prajurit juga didasarkan atas meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia.
Hariyanto menyebut, aturan mengenai batas usia pensiun dilihat dari harapan hidup orang Indonesia yang semakin panjang dan produktif sehingga masih dapat berkontribusi bagi negara, sekaligus menjaga keseimbangan regenerasi dalam tubuh TNI.
“Kami melihat bahwa penyesuaian batas usia pensiun dapat menjadi solusi agar prajurit yang masih memiliki kemampuan optimal tetap bisa mengabdi, tanpa menghambat regenerasi kepemimpinan di TNI,” jelasnya.
Menurutnya, revisi UU TNI bertujuan menyempurnakan tugas pokok TNI agar lebih efektif tanpa tumpang tindih dengan institusi lain maupun dalam menghadapi ancaman militer dan nonmiliter.
Oleh demikian, ia mengatakan bahwa RUU TNI menjadi langkah strategis untuk memperkuat pertahanan negara dan meningkatkan profesionalisme prajurit.
“Revisi UU TNI adalah kebutuhan strategis agar tugas dan peran TNI lebih terstruktur serta adaptif terhadap tantangan zaman,” tuturnya.
Ia menegaskan revisi UU TNI menjunjung tinggi supremasi sipil, sebagaimana pernyataan yang disampaikan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto saat rapat bersama Komisi I DPR, Jakarta, Kamis, 13/3/2025 pekan lalu.
Hariyanto mengajak kepada masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh berita yang penuh kebencian dan fitnah terkait pembahasan RUU TNI.
“TNI mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjaga persatuan dan tidak mudah diadu domba. Stabilitas nasional harus tetap kita jaga bersama,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, salah satu poin revisi UU TNI adalah menambah jumlah Kementerian/Lembaga (K/L) yang dapat diduduki prajurit aktif TNI.
Berdasarkan UU TNI yang berlaku saat ini, terdapat 10 K/L yang bisa dijabat anggota TNI, yaitu Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Sekretaris Militer Presiden, Pertahanan Negara, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search And Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Tetapi, dalam bergulirnya Revisi UU TNI, jabatan yang dapat disandang oleh prajurit aktif bertambah menjadi 16.
Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menyatakan, penambahan lembaga itu didasarkan pada kerawanan pengelolaan perbatasan, sehingga perlu ada peran TNI yang diberikan di tempat tersebut.
Hasanuddin mengatakan, dalam UU TNI yang belum direvisi dijelaskan terdapat 14 tugas TNI dalam operasi militer non-perang.
Tugas tersebut seperti mengatasi gerakan insurjensi, mengatasi gerakan terorisme, mengatasi gerakan separatisme, mengamankan wilayah perbatasan, dan mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis.
Lalu, melaksanakan tugas perdamaian dunia, mengamankan Presiden dan Wakil presiden beserta keluarga, memberdayakan wilayah pertahanan, membantu tugas pemerintah daerah, membantu kepolisian untuk ketertiban, membantu mengamankan tamu negara, membantu menanggulangi akibat bencana alam, membantu pencarian dan pertolongan, dan membantu pemerintah dalam mengamankan pelayaran dan penerbangan.
Tugas yang berjumlah 14 tersebut lalu bertambah tiga, yaitu masalah narkotika, siber, dan yang tidak disebutkan.
“Dari 17 (tugas) itu intinya, satu yang ke-15 adalah TNI punya kewajiban untuk membantu di dalam urusan siber. Pertahanan siber yang ada di pemerintah. Kemudian yang kedua mengatasi masalah narkotika. Kemudian yang lainnya, jadi ada tiga,” jelas Hasanuddin.*