Laporkan 47 Kasus Deforestasi Tambang ke Kejagung, Walhi Sebut Kerugian Negara Capai Rp437 Triliun

Ilustrasi orang masuk tambang
Ilustrasi orang masuk tambang | ist

FORUM KEADILAN – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melaporkan 47 kasus kejahatan deforestasi akibat pertambangan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan potensi kerugian negara mencapai Rp437 triliun.

Laporan tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Eksekuti Walhi Zenzi Suhadi dan diterima oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar.

Bacaan Lainnya

“Hari ini, Walhi dari 17 provinsi datang ke Kejagung diterima Kapuspenkum, ini kami melaporkan 47 kasus kejahatan deforestasi tambang dengan potensi kerugian keuangan negara 437 triliun,” kata Zenzi kepada wartawan, Jumat, 7/3/2025.

Ia menegaskan bahwa kejahatan terhadap sumber daya alam, termasuk perkebunan sawit, hutan industri, dan pertambangan, tidak bisa dihentikan secara kasus per kasus.

Menurutnya, kejahatan ini dikendalikan oleh kartel yang mengonsolidasikan aktivitas ilegal tersebut.

“Penghentiannya harus kepada kartel yang mengonsolidasinya. Modus operandi kartel ini yang kami komunikasikan awal kepada Kejaksaan Agung hari ini,” tuturnya.

Selain itu, ia juga menyoroti maraknya praktik penjualan kekayaan Tanah Air yang terus berlangsung sejak 2009 hingga saat ini. Ia menyebut, 26 juta hektare hutan di Indonesia berpotensi mengalami eksploitasi, sementara 7,5 juta hektare telah terdampak.

Saat ditanya lebih lanjut mengenai keterlibatan kartel dalam kasus ini, Zenzi menjelaskan bahwa kartel ini tidak hanya terdiri dari kelompok pengusaha, tetapi juga melibatkan elite politik dan unsur pemerintahan.

Adapun Walhi mengidentifikasi keterlibatan pejabat dari berbagai tingkatan, mulai dari desa hingga kementerian.

“Ada 12 tingkatan pejabat yang terlibat dalam proses ini, serta 18 bentuk gratifikasi yang masih berjalan dalam kejahatan sumber daya alam ini,” tuturnya.

Zenzi menyebut bahwa organisasinya melaporkan kasus ini ke Kejagung, bukan ke aparat penegak hukum lainnya, sebagai bentuk apresiasi terhadap institusi tersebut.

Dirinya menilai, Kejagung saat ini menunjukkan keberanian dalam menangani kejahatan besar terkait sumber daya alam dan kerugian ekonomi negara.

“Kasus-kasus dan kartel ini sebenarnya sudah kami laporkan ke KPK sejak 2015. Kami melihat inilah yang menjadi salah satu faktor KPK dilemahkan. Kami berharap Kejagung tetap kuat dan didukung oleh publik serta organisasi masyarakat sipil,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar memberikan apresiasi kepada Walhi yang memiliki perhatian terhadap lingkungan di Indonesia.

Harli menyebut bahwa laporan Walhi akan diteruskan ke bidang terkait dan juga ke Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin untuk ditindaklanjuti.

“Bagaimana tindaklanjutnya? Ada mekanisme, misalnya akan dilakukan penelaahan, karena yang menjadi kewenangan kami adalah terkait dengan tindak pidana korupsi terkait dengan lingkungan,” ucapnya.

Ia menjelaskan bahwa penanganan kejahatan lingkungan bisa dilakukan penyidik di instansi lain. Namun, dia menyebut jika kasus tersebut ada indikasi kejahatan korupsi yang berkaitan dengan lingkungan, maka Kejagung akan turun tangan menuntaskan.

“Tentu akan ada proses sesuai SOP yang ada, dan kami dalam waktu dekat akan menyampaikan dulu kepada bidang terkait untuk diterima dan ditindaklanjuti,” tuturnya.*

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait