Kamis, 19 Juni 2025
Menu

Posisi Strategis Sipil Dijabat Prajurit Militer Aktif: Bukan Barang Baru Tapi Mengkhawatirkan

Redaksi
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti | Merinda Faradianti/Forum Keadilan
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti | Merinda Faradianti/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Baru-baru ini Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menunjuk Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Perum Bulog. Jenderal bintang dua itu diketahui masih anggota aktif yang menjabat sebagai Asisten Teritorial (Aster) Panglima TNI.

Tak hanya itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga diisi oleh sosok jenderal polisi. Setidaknya, ada jenderal polisi yang ditunjuk untuk mengisi jabatan di Kemendagri. Seperti, Komisaris Jenderal (Komjen) Tomsi Tohir dan Inspektur Jenderal (Irjen) Sang Made Mahendra Jaya.

Tomsi Tohir menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri definitif dan Made Mahendra Jaya menjabat Inspektur Jenderal Kemendagri.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan, persoalan jabatan di ranah sipil yang diemban prajurit TNI ataupun Kepolisian sudah tidak menjadi barang baru lagi. Namun, hal tersebut tetap menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan.

“Tidak terlalu mengejutkan tapi mengkhawatirkan. Makin menguat dan meluasnya peran militer dan polisi ke ranah sipil dan pejabat negara ini karena peluasan peran TNI melalui revisi UU TNI. Maka kita melihat makin banyak jabatan-jabatan profesional sipil yang diemban oleh militer aktif,” kata Ray dalam keterangannya, Rabu, 12/2/2025.

Selain mengkhawatirkan, menunjuk prajurit TNI aktif di posisi strategis semakin membuat jauhnya semangat pengelolaan pemerintahan yang professional dan sipil.

Padahal, kata Ray, dua prinsip itu, merupakan basis utama pengelola pemerintahan di negara demokratis.

“Makin jauhnya sipil dalam pengelolaan pemerintahan akan dapat mengubah budaya sipil dalam tata kelola negara. Dari budaya sipil ke budaya militer dan nuansa ke arah sana makin kental kala kita melihat para pejabat negara terlebih dahulu dilatih dengan retreat sebelum melaksanakan tugas kenegaraannya,” lanjutnya.

Menurut Ray, terlihat seperti ada semacam perlombaan dua institusi negara yakni Kepolisian dan TNI untuk menduduki jabatan-jabatan eksekutif di lembaga atau instansi negara.

“Dan hal ini, seperti difasilitasi oleh presiden. Tidak menutup kemungkinan, situasi ini akan membesar dengan instensitas yang makin tinggi,” tegasnya.

Ray dengan gamblang menyebut, jika situasi ini terus terjadi maka akan memberikan dampak yang tak baik dalam pengelolaan pemerintahan demokratis.

“Karena basis utama pengelola pemerintahan demokratis itu adalah sipil. Bukan militer atau sipil yang dipersenjatai. Sejurus itu, nuansa dan budaya pemerintahan sipil akan dapat tergerus berubah menjadi nuansa dan budaya militer,” pungkasnya.*

Laporan Merinda Faradianti