Pemberian IUP kepada Perguruan Tinggi Keliru

Politisi NasDem Kurtubi. | Ist
Politisi NasDem Kurtubi. | Ist

FORUM KEADILAN – Ahli Ekonomi dan Sumber Daya Mineral yang juga politisi Partai Nasdem, Kurtubi, menilai langkah Badan Legislasi (Baleg) DPR yang memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada perguruan tinggi sebagai kebijakan yang keliru.

Ia menyebut, keputusan ini hanya melanjutkan kebijakan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sebelumnya memberikan IUP kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

Bacaan Lainnya

“Semestinya hal tersebut tidak perlu dilakukan karena tidak sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945,” katanya kepada Forum Keadilan, Minggu, 2/2/2025.

Menurutnya, yang lebih mendesak untuk dilakukan Baleg DPR adalah mereformasi sistem pengelolaan mineral dan batubara (minerba) yang hingga kini masih menggunakan sistem konsesi warisan kolonial.

Sistem ini, yang memakai skema IUP dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), dianggapnya tidak sesuai dengan konstitusi karena masih melanjutkan pola pengelolaan minerba dari zaman penjajahan Belanda.

“Kekayaan alam minerba yang ada di perut bumi harus dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan sistem kontrak bagi hasil atau Production Sharing Contract (PSC),” tegasnya.

Kurtubi menjelaskan bahwa sistem PSC menjamin perolehan negara lebih besar dibandingkan keuntungan investor, dengan porsi standar 65 persen untuk negara dan 35 persen untuk investor. Bahkan, jika harga minerba dunia melonjak tinggi, bagian negara seharusnya meningkat menjadi 85 persen.

“Inilah wujud nyata implementasi Pasal 33 UUD 1945 yang benar. Bukan dengan membagi-bagikan IUP kepada ormas keagamaan dan perguruan tinggi,” katanya.

Ia pun menyarankan agar Baleg DPR segera menghapus sistem IUP di sektor minerba dan menggantinya dengan sistem kontrak bagi hasil (business to business), di mana perusahaan minerba negara yang dibentuk melalui undang-undang diberi kuasa pertambangan dan berkontrak langsung dengan investor. Skema ini, menurutnya, akan memastikan bahwa perolehan negara lebih besar dibandingkan keuntungan investor.

Sebagai contoh keberhasilan sistem PSC, Kurtubi mengutip sektor migas yang telah menerapkan skema serupa berdasarkan UU Migas Nomor 44/Prp/1960 dan UU Pertamina No. 8/1971. Menurutnya, sistem tersebut terbukti menjadikan sektor migas sebagai sumber utama penerimaan APBN dan devisa negara, dengan kontribusi hingga 80 persen terhadap ekonomi nasional dan pertumbuhan mencapai 9,8 persen.

Karena itu, ia menyarankan Presiden Prabowo Subianto untuk menolak langkah Baleg DPR dalam memberikan IUP kepada perguruan tinggi dan ormas keagamaan.

Kurtubi, yang pernah menjabat sebagai Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014-2019, juga meminta Presiden segera mencabut UU Minerba Nomor 3/2020, yang menurutnya masih menggunakan sistem tata kelola minerba zaman penjajahan dengan mekanisme konsesi IUP.

“Sewaktu saya di Komisi VII DPR RI, saya sudah menyarankan agar DPR mengganti sistem IUP dengan sistem kontrak bagi hasil saat membahas RUU Minerba yang baru sebagai pengganti UU Minerba Nomor 4/2009. Sayangnya, hal itu tidak dilakukan,” pungkasnya.*

Laporan Novia Suhari

Pos terkait