Walhi: Rencana Potong Produksi Nikel Tidak Berdampak pada Pemulihan Lingkungan

Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat, Hendrikus Adam, di kawasan Jakarta Pusat, Kamis, 16/1/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat, Hendrikus Adam, di kawasan Jakarta Pusat, Kamis, 16/1/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji rencana pengurangan produksi bijih nikel pada tahun 2025. Meski begitu, rencana ini mendapat kritik dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang menilai kebijakan tersebut tidak akan membawa dampak signifikan bagi pemulihan lingkungan.

Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat Hendrikus Adam menyebut, hingga saat ini implementasi kebijakan tersebut masih belum jelas.

Bacaan Lainnya

“Apakah pemotongan produksi itu berarti dia akan mencabut sebagian izin penambangan, ataukah hanya pengolahannya saja yang dikurangi skala tambangnya, atau tetap saja seperti itu tidak ada yang dicabut, atau tidak mengeluarkan izin tambang baru,” katanya dalam diskusi Tinjauan Lingkungan Hidup 2025, di kawasan Jakarta Pusat, Kamis, 16/1/2025.

Ia menegaskan bahwa apa pun bentuk implementasi kebijakan itu, tidak akan memberikan dampak nyata terhadap pemulihan lingkungan jika pemerintah tidak mengambil langkah tegas.

“Kalau pun begitu, saya rasa tidak akan berpengaruh apa-apa (kepada lingkungan), kalau dia tidak menegaskan pencabutan izin dan pemulihan lingkungan pada titik-titik yang sudah disabotase tadi,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang tidak serta-merta langsung berubah menjadi bencana. Namun, dalam jangka waktu satu hingga dua tahun, potensi bencana akibat penggundulan hutan dan pengerukan bukit akan muncul.

“Nah kalau tidak mau menjadi bencana, cabut izinnya, rehabilitasi bekas tambangnya, itu baru dinamakan berkontribusi pada pengolahan bencana,” tegasnya.

Menurut Adam, rencana pemotongan produksi nikel lebih berkaitan dengan kondisi pasar nikel yang harganya anjlok, daripada upaya untuk mencegah bencana dan pemulihan lingkungan.

“Saya meyakini alasan pemotongan ini bukan karena faktor bencana, tetapi lebih terkait dengan harga nikel yang ambruk,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, mengaku sedang mengkaji total kebutuhan nikel, yang diisukan pengurangan produksi nikel dari 272 juta ton menjadi hanya 150 juta ton pada tahun 2025 ini.*

Laporan Novia Suhari

Pos terkait