KKP Optimis, Indonesia Tak Lagi Impor Garam di 2027

FORUM KEADILAN – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) optimistis Indonesia dapat mencapai swasembada garam pada 2027, sehingga tidak lagi membutuhkan impor.
Menurut Dirjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf, sesuai dengan program asta cita dari Presiden Prabowo Subianto, swasembada garam untuk kebutuhan konsumsi ditargetkan tercapai pada 2025.
“Pada tahun 2025 kita sudah dapat pastikan bahwa tidak ada impor garam untuk konsumsi, kecuali ada beberapa garam-garam industri yang memang masih perlu di impor karena kekurangan stok di dalam baik itu jumlah maupun kualitas,” katanya dalam konferensi pers di Kantor KKP, Jakarta Pusat, Jumat, 20/12/2024.
Victor menjelaskan bahwa pada 2027 pemerintah akan melaksanakan beberapa proyek percontohan (pilot project) untuk meningkatkan produksi garam industri, dengan fokus awal di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2025.
“Harapannya ini bisa minimal memenuhi kebutuhan garam industri 30 persen atau sampai 50 persen kebutuhan, sehingga target tidak akan ada lagi impor garam khusus untuk industri di tahun 2027, kita bisa laksanakan,” ujarnya.
Victor juga mengungkapkan bahwa total kebutuhan garam nasional pada 2025, berdasarkan neraca komoditas, mencapai sekitar 4,8 juta ton, termasuk untuk konsumsi dan industri.
“Nah, untuk konsumsi sudah di-drop tidak (impor) lagi, tetapi untuk kebutuhan industri itu masih ada tiga komponen lain yang memang harus kita impor ya,” jelasnya.
Pertama, kebutuhan industri chlor-alkali plant (CAP) mencapai sekitar 1,7 juta ton yang masih harus diimpor karena spesifikasi teknisnya belum dapat dipenuhi di dalam negeri.
Kedua, untuk aneka pangan, kebutuhan garam diperkirakan mencapai 500 ribu ton. Namun, dengan stok dalam negeri yang mencapai 800 ribu ton, impor untuk sektor ini dapat dikurangi.
“Tetapi khusus untuk produksi PT Garam yang membeli stok kurang lebih 300an (ribu ton) yang memenuhi spesifikasi untuk aneka pangan itu mungkin bisa di-drop, sehingga untuk importasi garam untuk aneka pangan itu bisa kita kurangi,” pungkasnya.*
Laporan Novia Suhari